Pupuk Jagung Organik
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora, Jawa Tengah, telah mencanangkan program pemupukan seimbang untuk tanaman jagung. Pada musim tanam kali ini, urea tetap digunakan, tetapi dikombinasi dengan pupuk organik gratis yang disediakan pemerintah, bagi 1.800 hektar lahan percontohan garapan 19 kelompok tani.
Lahan pertanian, baik lahan kering maupun sawah, akan rusak kalau terus-menerus diberi pupuk urea, tanpa diimbangi dengan pupuk organik. Tanah yang rusak oleh urea itu ditandai dengan teksturnya yang liat, dan lengket. Pada musim penghujan tanah akan sulit melepas air, sebaliknya pada musim kemarau, akan mengeras dan pecah-pecah. Mikroorganisme yang menyuburkan tanah, akan mati. Akar sulit untuk tumbuh dan menyerap unsur hara. Karena hasil panen kurang, pada musim tanam berikutnya, petani cenderung akan menambah dosis urea.
Rekomendasi dosis urea untuk tiap hektar lahan pertanian padi dan jagung adalah 150 sd. 250 kg, per hektar per musim tanam. Dalam praktek, petani menaikkan dosis pupuk urea menjadi 300 sd. 600 kg. per hektar per musim tanam. Meskipun dosis ureanya ditambah, hasil panen tetap sulit untuk didongkrak naik. Semakin besar dosis pupuk ditambah, semakin rusak lahan pertanian, dan hasil panen juga akan terus menurun, atau tetap stagnan. Kondisi seperti ini dialami oleh para petani singkong, padi, dan juga jagung. Kondisi kerusakan lahan pertanian singkong malahan lebih memprihatinkan lagi.
# # #
Dengan dosis pupuk urea antara 150 sd. 250 kg, per hektar per musim tanam, ditambah dengan pupuk organik, terutama pupuk kandang sebanyak 5 sd. 10 ton, maka hasil panen justru akan bisa ditingkatkan. Program pemberian pupuk seimbang di Kabupaten Blora, mampu menaikkan panen jagung dari hanya 9 sd. 10 ton, menjadi 11 ton per hektar per musim tanam. Para petani padi mampu menaikkan hasil panen sampai 6 ton per hektar per musim tanam, dari hasil panen sebelumnya hanya 4 sd. 5 ton per hektar per musim tanam. Pada pertanian singkong, hasil panen bisa ditingkatkan dari 20 menjadi 50 ton, per hektar, per musim tanam.
Ketika lahan masih dalam kondisi normal, petani cukup memberi 5 ton pupuk kandang (kotoran sapi, atau kambing), dan 150 kg, pupuk urea, ditambah dengan KCL 20 kg, dan SP 30 kg. Yang disebut lahan normal adalah, pH antara 6,5 sd. 7,5. Apabila kemasaman lahan tinggi (pH di bawah 6,5), maka pemberian kapur pertanian (kaptan), mutlak diperlukan. Pupuk kandang sebanyak 5 ton (satu truk besar), selain mampu menaikkan hasil, juga akan mencegah batang roboh karena perakaran lemah. Untuk lebih mengoptimalkan hasil panen, biasanya petani juga masih menambahkan pupuk mikro, dan zat perangsang tumbuh (ZPT).
Para petani padi, yang selama ini membakar jerami mereka, sekarang sudah banyak yang memanfaatkannya sebagai pupuk organik. Caranya, jerami itu ditumpuk di petakan sawah, dan dibiarkan membusuk. Pada musim tanam berikutnya, jerami yang sudah membusuk ini diratakan dan dicampurkan ke lumpur sawah, dan jerami baru kembali ditumpuk untuk digunakan pada musim tanam berikutnya. Demikian seterusnya, hingga lahan pertanian menjadi semakin kaya bahan organik, dan dosis urea bisa diturunkan sampai ke tingkat 150 kg, dari dosis sebelumnya sebesar 300 kg, per hektar per musim tanam.
Penggunaan limbah organik ini juga diterapkan pada areal pertanian kelapa sawit. Sebelumnya, tandan buah kosong (TBK), hanya dibuang di sekitar pabrik, dan dibakar. Setelah TBK dikembalikan ke areal tanaman sawit, dosis pupuk bisa diturunkan sebesar 50%. Pada prinsipnya, diperlukan kombinasi pupuk organik dan anorganik, untuk mengimbangi hasil panen, yang diambil dari lahan tersebut. Pada budi daya jagung di lahan kering, limbah berupa tebon (batang jagung) tidak mungkin ditumpuk seperti halnya jerami, karena akan dimakan rayap. Kecuali pada penanaman jagung di lahan sawah.
# # #
Para petani jagung di Kabupaten Blora, tidak hanya menggarap lahan sendiri, melainkan juga lahan Perum Perhutani, yang merupakan bekas tegakan hutan jati. Secara rutin, Perum Perhutani akan menebang pohon jati, yang sudah berumur di atas 50 tahun, atau berdiameter di atas 50 cm. Bekas tebangan itu selalu diserahkan ke petani untuk digarap. Pada musim tanam pertama, perhutani tidak memungut bagi hasil, tetapi petani diberi tugas untuk membongkar tonggak jati, dan melakukan penanaman pada tahun berikutnya. Lahan bekas tegakan jati ini umumnya sudah sangat subur, hingga tidak diperlukan pemupukan sama sekali.
Lahan Perum Perhutani itu juga hanya akan digarap kurang dari lima tahun, sebab tegakan jati akan segera tumbuh menaungi lahan. Yang bermasalah adalah lahan petani sendiri, yang akan ditanami secara terus-menerus selama bertahun-tahun. Dengan pemberian urea dosis tinggi tanpa tambahan bahan organik, maka struktur tanah akan rusak, dan hasil terus menurun meskipun dosis urea ditambah. Kondisi inilah yang umum dialami oleh para petani jagung, padi, dan juga singkong. Para petani singkong malahan lebih ekstrim, karena hasilnya bisa turun ke tingkat 10 ton umbi bawah per hektar per musim tanam.
Sebenarnya, yang mengalami permasalahan seperti ini bukan hanya petani jagung di Kabupaten Blora, melainkan juga di banyak tempat. Umumnya petani hanya menggunakan pupuk tunggal urea (N), tanpa tambahan pupuk P dan K, dan tanpa pemberian bahan organik. Namun, program pemupukan seimbang ini, akan berhasil apabila digunakan benih unggul. Tanpa penggunaan benih unggul, program pemupukan seimbang pada tanaman jagung juga akan sia-sia. Indonesia saat ini masih menjadi penghasil jagung nomor 6 di dunia. Sebenarnya kita bisa punya potensi untuk menjadi nomor 4.
Comments
Post a Comment