Analisis pendapatan usaha tani jagung manis
1.1 Latar Belakang
Indonesia
dikenal sebagai negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian sebagai
sumber mata pencaharian maupun penopang pembangunan nasional. Sektor pertanian
meliputi subsektor tanaman pangan, subsektor holtikultura, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, dan subsektor
kehutanan. Pertanian di Indonesia merupakan salah satu sektor yang sangat
berperan sebagai mata pencarian masyarakat karena mayoritas penduduk Indonesia
bekerja sebagai petani, namun produktivitas pertanian masih jauh dari
harapan. Faktor penyebab rendahnya produktivitas pertanian salah satunya
adalah kemampuan petani dalam mengalokasikan sumberdaya secara optimal masih
relatif rendah sehingga produksi yang dihasilkan belum maksimal dan pendapatan
yang diperoleh belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani itu sendiri.
Pelaksanaan
usahatani yang dilakukan oleh petani harus mempunyai pertimbangan yang tepat
dalam berproduksi agar memperoleh keuntungan yang terbaik. Keuntungan yang
terbaik atau maksimum dicapai pada saat tingkat produksi optimal. Sudarsono (1995) menjelaskan, untuk
memperoleh tingkat produksi optimal produsen haruslah memperhitungkan jumlah
produksi yang berada pada posisi keseimbangan atau untung
dan jika dikurangi/ditambah justru akan rugi.
Produksi optimal terjadi pada saat kegiatan
produksi memberikan selisih paling besar antara penerimaan dan biaya.
Penggunaan biaya yang efisien tentunya merupakan langkah awal dalam penentuan
produksi yang optimal.
Ciri utama yang ada pada petani jika ditinjau dari segi
ekonomi ialah terbatasnya sumberdaya dasar tempat ia berusahatani, umumnya
mereka hanya menguasai sebidang lahan kecil, kadang-kadang disertai dengan
ketidakpastian dalam pengelolaannya, lahannya sering tidak subur dan terpencar-pencar
dalam beberapa petak, mereka mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan
kesehatan yang rendah serta sering terjerat hutang dan tidak terjangkau oleh
lembaga kredit dan sarana produksi.
Keuntungan
dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan total penerimaan dengan
mempertahankan total biaya yang tetap. Usaha memaksimumkan keuntungan untuk
menentukan tingkat produksi dapat dilakukan dengan menggunakan program linear,
dalam program linear yang dimaksud dengan "memaksimumkan" adalah
memaksimumkan keuntungan, artinya bagaimana keuntungan yang diperoleh melalui
proses produksi dapat setinggi mungkin untuk mendapatkan produksi yang optimum
(Soekartawi 1995).
Jagung
secara nasional merupakan tanaman pangan penting kedua setelah padi dan
perannya semakin meningkat setiap tahun sejalan dengan pertambahan penduduk,
peningkatan usaha peternakan, dan berkembangnya industri pangan berbahan baku
jagung. Kesadaran umum mengenai
pentingnya pengembangan jagung sebagai komoditas masa depan semakin meningkat
di mana kegunaan jagung tidak hanya untuk industri pangan tapi juga sebagai
energi (Mawardi et al. 2007).
Jagung
merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang penting dan mengambil peran
dalam pembangunan sektor pertanian. Jagung dapat menjadi barang substitusi
beras dan ubi kayu bagi orang Indonesia dan merupakan makanan pokok kedua
setelah beras. Wilayah Indonesia sendiri
masih memiliki beberapa daerah yang berbudaya mengkonsumsi jagung secara
langsung seperti Madura, pantai selatan Jawa Timur, pantai selatan Jawa Tengah,
Yogyakarta, pantai selatan Jawa Barat, Sulawesi Selatan bagian timur, Kendari,
Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Boolang Mongondow, Maluku Utara, Karo, Dairi,
Simalungun, NTT, dan sebagian NTB ( Suprapto dan Marzuki, 2005).
Jagung
menjadi salah satu komoditas pertanian yang sangat penting dan saling terkait
dengan industri besar, selain dikonsumsi sebagai sayuran, buah jagung juga bisa diolah
menjadi aneka makanan. Jagung pipilan kering dimanfaatkan untuk pakan
ternak. Kondisi ini membuat budidaya
jagung memiliki prospek yang sangat menjanjikan, baik dari segi permintaan
maupun harga jualnya, terlebih lagi setelah ditemukan benih jagung
hibrida yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan benih jagung biasa.
Keunggulan tersebut antara lain, masa
panennya lebih cepat, lebih tahan serangan hama dan penyakit, serta
produktivitasnya lebih tinggi (Warsana,2007).
Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi,
produksi jagung nasional tahun 2013 sebesar 18,95 juta ton pipilan kering atau mengalami
peningkatan sebesar 1,30 juta ton dibandingkan 2011. Peningkatan produksi diperkirakan di Jawa
sebesar 0,80 juta ton dan di luar Jawa sebesar 0,51 juta ton. Peningkatan
produksi terjadi karena adanya perkiraan luas panen seluas 132,78 ribu hektar dan
produktivitas sebesar 1,74 kuintal/hektar. Peningkatan produksi jagung tahun 2013 yang relatif besar terdapat di
Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa tenggara Timur, dan
Yogyakarta. Sedangkan penurunan produksi terdapat di Provinsi Aceh, Sulawesi
Tengah, Sumatera Selatan, Banten dan Riau (Ditjen PEN Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia. 2012).
Sulawesi Tengah merupakan salah satu wilayah penghasil jagung di Indonesia, tanaman jagung di daerah ini
dipanen dalam bentuk jagung kering yang kemudian digiling untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga petani
sebagai pengganti beras, jagung juga
dipanen dalam bentuk segar (tongkol) untuk dikomsumsi sebagai buah dan sayuran,
serta ada pula yang dipanen batang dan daun untuk kebutuhan pakan ternak. Perkembangan
luas panen, produksi dan produktivitas tanaman jagung di Sulawesi Tengah disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas
Tanaman Jagung di Provinsi Sulawesi Tengah, 2009-2013.
No
|
Tahun
|
Luas Panen
(Ha)
|
Produksi*
(Ton)
|
Produktivitas*
(Ton/Ha)
|
1
|
2013
|
34.174
|
139.265
|
4,07
|
2
|
2012
|
37.418
|
141.649
|
3,78
|
3
|
2011
|
41.281
|
161.810
|
3,91
|
4
|
2010
|
42.747
|
162.306
|
3,79
|
5
|
2009
|
46.245
|
164.282
|
3,55
|
Jumlah
|
201.865
|
623.683
|
-
|
|
Rata-rata
|
40.373
|
124.737
|
3,20
|
Sumber: Data Badan
Pusat Statistik Provinsi Sulteng 2013
Keterangan: *(Produksi jagung
dalam bentuk pipilan kering)
Tabel 1 menunjukkan bahwa
produksi tanaman jagung Sulawesi Tengah dalam lima tahun terakhir mengalami
fluktuasi, penurunan yang cukup signifikan terjadi dalam tiga tahun terakhir
sehingga rata-rata produksi yang diperoleh hanya sebesar 124.737 ton dengan rata-rata luas panen sebesar 40.373 ha dan rata-rata prduktivitas 3,20 ton/ha.
Terjadinya fluktuasi produksi ini disebabkan oleh adanya perubahan peningkatan dan penurunan
luas panen tiap tahun, adanya faktor cuaca
dan iklim yang tidak menentu pada daerah di Sulawesi Tengah, gangguan hama
dan penyakit yang menyerang tanaman jagung dan terjadinya fluktuasi harga pada input dan sarana produksi, sehingga
berdampak pada peningkatan ataupun penurunan jumlah produksi.
Kabupaten Sigi memiliki sumberdaya alam yang
sangat potensial untuk pengembangan tanaman pangan dan hortikultura, hal ini
dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakatnya yang menggantungkan hidupnya
disektor pertanian. Kabupaten Sigi juga
merupakan salah satu daerah pengembangan produksi
jagung di Sulawesi Tengah hal ini dapat terlihat dari luas
panen yang cukup besar, adapun perkembangan luas panen, produksi dan
produktivitas tanaman jagung di Kabupaten Sigi ditampilkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Jagung di Provinsi Sulawesi
Tengah menurut Kabupaten, 2013
No
|
Kabupaten
|
Luas Panen
(Ha)
|
Produksi*
(Ton)
|
Produktivitas*
(Ton/Ha)
|
1
|
Banggai Kepulauan
|
377
|
1
404
|
3,72
|
2
|
Banggai
|
2.885
|
12
135
|
4,20
|
3
|
Morowali
|
981
|
4
624
|
4,71
|
4
|
Poso
|
2.279
|
8
706
|
3,82
|
5
|
Donggala
|
3.158
|
14
578
|
4,61
|
6
|
Tolitoli
|
347
|
1
143
|
3,29
|
7
|
Buol
|
525
|
2
093
|
3,98
|
8
|
Parigi Moutong
|
5.476
|
20
823
|
3,80
|
9
|
Tojo Una-Una
|
11.341
|
44
139
|
3,89
|
10
|
Sigi
|
6.401
|
27 918
|
4,36
|
11
|
Banggai laut1)
|
…
|
…
|
…
|
12
|
Morowali Utara1)
|
…
|
…
|
…
|
13
|
Palu
|
404
|
1
703
|
4,21
|
Jumlah
|
34.174
|
139.266
|
-
|
|
Rata-rata
|
2.628,77
|
10.712,77
|
3,43
|
Sumber: Data Badan
Pusat Statistik Provinsi Sulteng 2013
Keterangan: *(Produksi jagung
dalam bentuk pipilan kering)
Tabel 2 menunjukan bahwa Kabupaten Sigi merupakan salah satu daerah penghasil jagung
yang cukup besar diantara beberapa kabupaten lainnya, pada tahun 2013 luas panen tanaman jagung di Kabupaten Sigi sebesar 6.401 Ha menempati urutan ke dua setelah
Kabupaten Tojo Una-Una dengan produksi sebanyak 27.918 ton, namun demikian pada tingkat produktivitas Kabupaten Sigi
baru mencapai 4,36 ton/ha, hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Kabupaten Sigi yang memiliki lahan yang masih luas untuk
dijadikan lahan pertanian khususnya
untuk tanaman jagung.
Kabupaten Sigi terdapat 15 kecamatan, setiap kecamatan
memiliki potensi sumberdaya alam yang besar terutama di sektor pertanian,
sehingga membutuhkan pengelolaan yang lebih intensif. Kecamatan Sigi Biromaru merupakan salah satu
dari beberapa kecamatan penghasil jagung yang ada di Kabupaten Sigi, lebih
jelas data luas panen, produksi dan produktivitas tanaman jagung menurut
kecamatan di Kabupaten Sigi terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Jagung di Kabupaten Sigi menurut Kecamatan, 2013
No
|
Kecamatan
|
Luas Panen
(Ha)
|
Produksi*
(Ton)
|
Produktivitas*
(Ton/Ha)
|
1
|
Pipikoro
|
146
|
546,6
|
3,74
|
2
|
Kulawi Selatan
|
236
|
885,8
|
3,75
|
3
|
Kulawi
|
128
|
479
|
3,74
|
4
|
Lindu
|
2.966
|
11.071,8
|
3,73
|
5
|
Nokilalaki
|
115
|
430
|
3,74
|
6
|
Palolo
|
295
|
1.101,7
|
3,73
|
7
|
Gumbasa
|
295
|
536,2
|
1,81
|
8
|
Dolo Selatan
|
2.048
|
7.634,3
|
3,72
|
9
|
Dolo Barat
|
1.280
|
4.783,8
|
3,73
|
10
|
Tanambulawa
|
118
|
438,6
|
3,71
|
11
|
Dolo
|
146
|
544,3
|
3,72
|
12
|
Sigi Biromaru
|
297
|
1.107,6
|
3,73
|
13
|
Marawola
|
120
|
446,7
|
3,72
|
14
|
Marawola Barat
|
380
|
1.412,4
|
3,71
|
15
|
Kinovaro
|
248
|
924,4
|
3,72
|
Jumlah
|
8.818
|
32.343,2
|
-
|
|
Rata-rata
|
587,86
|
2156,2
|
3,6
|
Sumber: Data Badan
Pusat Statistik Kabupaten Sigi 2013
Keterangan: *(Produksi jagung
dalam bentuk pipilan kering)
Tabel 3 memperlihatkan luas panen, produksi dan
produktivitas dari tiap-tiap Kecamatan yang berbeda. Kecamatan Sigi Biromaru merupakan salah satu daerah penghasil jagung
yang cukup besar diantara
Kecamatan lainnya, Pada Tahun 2013 luas panen tanaman jagung di Kecamatan Sigi
Biromaru sebesar 297 Ha dengan hasil produksi sebanyak 1.107,6 ton pada tingkat produktivitas 3,73 Ton/Ha. Kecamatan Sigi Biromaru memiliki potensi pada komoditas
jagungnya, sehingga pengembangan usahatani tanaman ini perlu terus
ditingkatkan, antara lain dengan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki agar
usahatani menjadi lebih efisien.
Produksi yang relatif rendah seringkali terjadi pada semua komoditi pertanian terutama yang diusahakan oleh
petani. Masalah produksi berkenaan
dengan sifat usahatani yang selalu tergantung pada alam, selain itu faktor risiko yang tinggi karena penggunaan pupuk kimia yang berlebihan menyebabkan produktivitas
lahan semakin rendah dan tidak stabil, bahkan hal ini dapat menyebabkan tingginya
peluang-peluang untuk terjadinya kegagalan produksi. Menurut Sudaryono (1998) rendahnya hasil
jagung adalah karena sebagian besar jagung diusahakan pada lahan dengan kesuburan
tanah yang rendah.
Soekartawi (1987)
menjelaskan bahwa tersedianya sarana atau faktor produksi (input) belum berarti
produktifitas yang diperoleh petani akan tinggi, namun bagaimana petani
melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang sangat penting. Efisiensi teknis akan tercapai bila petani
mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi tinggi
dapat tercapai. Bila petani mendapat keuntungan besar dalam usahataninya
dikatakan bahwa alokasi faktor produksi efisien secara alokatif. Cara ini dapat ditempuh dengan membeli faktor
produksi pada harga murah dan menjual hasil pada harga relatif tinggi, bila petani
mampu meningkatkan produksinya dengan harga sarana produksi dapat ditekan
tetapi harga jual tinggi, maka petani tersebut melakukan efisiensi teknis dan
efisiensi harga atau melakukan efisiensi ekonomi.
Berdasarkan
uraian diatas, maka produktivitas usahatani akan
semakin tinggi bila petani atau produsen mampu mengalokasikan input produksi
secara optimal guna mendapatkan
keuntungan. Melihat kondisi tersebut peneliti merasa perlu untuk melakukan praktek mengenai “Analisis Pendapatan Usahatani Jagung Manis di Desa Bulupountu Jaya Kecamatan
Sigi Biromaru Kabupaten Sigi”
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar
belakang diatas, maka dirumuskan suatu masalah yaitu berapa banyak pendapatan
usahatani jagung manis di Desa Bolopontu Jaya Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten
Sigi
1.3 Tujuan Praktek
Tujuan dari praktek tersebut
adalah untuk mengetahui pendapatan atau keuntungan usahatani jagung manis di
Desa Bolopontu Jaya Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi.
1.4 Manfaat Praktek
Manfaat
dari praktek ini adalah sebagai bahan informasi
dan pengetahuan bagi peneliti untuk
memahami usahatani jagung, bahan informasi bagi petani dalam melihat seberapa besar
keuntungan dari usahatani jagung manis,
bahan informasi bagi pemerintah sebagai penentu kebijakan, serta bagi peneliti
lainnya dalam mengkaji masalah yang berkaitan dengan penelitian ini.
II. LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
Hasil-hasil
penelitian terdahulu tentu sangat relevan sebagai referensi ataupun pembanding,
karena terdapat beberapa kesamaan prinsip walaupun dalam beberapa hal terdapat
perbedaan. Penggunaan hasil-hasil
penelitian sebelumnya dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas
dalam kerangka dan kajian penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu yang digunakan
sebagai referensi dalam penulisan ini sebagai berikut:
Penelitian
Ni Ketut Agustyari, I Made Antara, dan I Gusti Ayu Agung Lies Anggraeni (2013)
tentang “Perbandingan Pendapatan Usahatani Jagung Manis dan Padi di Subak Delot
Sema Padanggalak Desa Kesiman Petilan Kecamatan Denpasar Timur”. Tujuan
penlitian untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahatani jagung manis dan padi. Hasil
penelitian menunjukkan perbandingan rata-rata pendapatan per bulan yang
diperoleh petani responden jagung manis yaitu sebesar Rp 9,263,218/bulan/ha, lebih besar
sekian juta yaitu Rp 6,727,102/bulan/ha (57,01%) di bandingkan padi (opportunity
cost) yaitu sebesar Rp 2,536,116/bulan/ha. Hal ini menunjukkan bahwa
pemanfaatan luas lahan yang sama untuk usahatani jagung manis menghasilkan
pendapatan lebih tinggi dari pada usahatani padi (opportunity cost).
Penelitian Decky Wetno (2010)
tentang “Analisis Pendapatan Petani Jagung Peserta Program Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan Di Kabupaten Nabire”. Tujuan penelitian untuk menganalisis
perbedaan pendapatan petani jagumg yang menerima bantuan dana PUAP dan non
PUAP, serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani
jagung. Hasil penelitian menunjukkan pendapatan petani jagung yang menerima
bantuan PUAP lebih tinggi dari pada non PUAP, yaitu sebanyak Rp. 6.107.031,25
untuk penerima PUAP dan Rp. 3.769.968,75 untuk non PUAP.
Penelitian Yusmaniar
N (2014) tentang “Analisis Pendapatan Usahatani Jagung Manis dan Faktor -
Faktor Yang Mempengaruhinya di Nagari Piobang Kecamatan Payakunbuh Kabupaten
Lima Puluh Kota”. Tujuan penelitian untuk menganalisis pendapatan usahatani
jagung manis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan usahatani jagung
manis cukup tinggi yaitu sebesar Rp. 7.316.344, dan usahatani ini layak untuk
di diusahakan karena nilai R/C rasionya lebih dari 1 yaitu 1,59.
2.2 Landasan
Teori
Tanaman jagung yang bahasa
ilmiahnya disebut Zea mays L., adalah salah satu jenis tanaman
biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Gradinaceae) yang sudah
populer di seluruh dunia. Tanaman ini
terdiri atas akar, batang, daun, bunga dan biji. Akar tanaman jagung berakar serabut menyebar
ke bawah sekitar 25 cm. Batang berwarna hijau sampai keunguan, berbentuk bulat
dengan penampang melintang 2 – 2,5 cm. Tinggi tanaman bervariasi antara 125 cm
– 250 cm. Batang berbuku-buku yang dibatasi oleh ruas-ruas. Daun terdiri atas pelepah daun dan helaian
daun. Helaian daun memanjang dengan
ujung daun meruncing. Biji tersusun rapi pada tongkol dan biji berkeping
tunggal berderet pada tongkol. Setiap tongkol terdiri atas 10 – 14 deret,
sedangkan setiap tongkol terdiri dari kurang lebih 200 – 400 butir biji (Suprapto,
1991).
Tanaman jagung dapat ditanam dari
dataran rendah sampai dataran tinggi yang memiliki ketinggian sekitar 100 m
atau lebih dari permukaan laut. Suhu
yang baik untuk tanaman jagung adalah 23oC – 27oC. Tanah yang paling baik untuk ditanami jagung
adalah tanah lempung berdebu, lempung berpasir atau lempung. Derajat keasaman atau pH yang paling baik
untuk tanaman jagung adalah pH 5,5 – 7,0, karena pada pH netral, unsur-unsur
hara yang dibutuhkan oleh tanaman jagung banyak tersedia di dalamnya (Warisno. 1998).
Berikut ini merupakan
tahapan-tahapan yang dilakukan dalam budidaya tanaman jagung menurut Suprapto
(1991) dan Warisno (1998).
1.
Pengolahan
Tanah
Pengolahan tanah untuk tanaman
jagung keadaan tanahnya terlampau basah tetapi cukup lembab sehingga mudah
dikerjakan dan tidak lengket sampai tanah menjadi gembur. Pengolahan tanah
dilakukan dengan cara dibajak, dicangkul atau ditraktor. Sisa-sisa tanaman atau
gulma yang dapat mengganggu penyerapan unsur-unsur hara di dalam tanah
dibersihkan kemudian tanah tersebut diolah dengan bajak atau cangkul sedalam 15
cm – 20 cm yang dilakukan berkali-kali sampai tanah cukup gembur.
2.
Waktu Tanam
Pembuatan lubang tanam jagung
biasanya menggunakan suatu alat yang disebut tugal. Cara menggunakan alat tersebut adalah menancapkan
ujungnya ke dalam tanah sesuai dengan jarak tanam. Setelah lubang tanah berbentuk benih yang
telah disiapkan sebelumnya dimasukkan ke dalam lubang dan selanjutnya lubang
yang telah ada benihnya ditutup dengan sedikit tanah yang gembur.
3.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan bila ada
tanaman jagung yang mati, yaitu satu minggu setelah tanam. Penyulaman hendaknya
menggunakan benih yang sama.
4.
Penyiangan
Penyiangan dimaksudkan untuk
membersihkan atau menghilangkan tumbuhan pengganggu (gulma) yang dapat
merugikan pertumbuhan tanaman jagung. Penyiangan pertama kali dilakukan pada
waktu tanaman jagung berumur kira-kira 15 hari setelah tanam. Penyiangan kedua dilakukan pada saat tanaman
jagung telah berumur 3 – 4 minggu setelah tanam.
5.
Pemupukan
Pemupukan pada tanaman jagung
bertujuan untuk mendapatkan hasil yang maksimal, pemberian pupuk ini selain dapat
meningkatkan hasil panen secara kuantitatif, juga dapat meningkatkan kualitas
hasilnya. Jenis pupuk yang digunakan
adalah pupuk urea, pupuk TSP/SP36
dan pupuk KCL.
6.
Panen dan
Pasca Panen
Jagung dapat dipanen setelah
tanaman berumur 95 hari – 100 hari setelah tanam, itupun tergantung pada
ketinggian tempat serta varietas yang ditanam.
2.3 Konsep Usahatani
Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya
dengan maksud untuk memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa mengakibatkan
berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk memperoleh hasil
selanjutnya (Adiwilaga, 1986). Usahatani
adalah organisasi dari alam, tenaga kerja, modal dan manajemen yang ditujukan
pada produksi di lapangan pertanian, keempat unsur tersebut mempunyai peranan
yang cukup penting dalam kegiatan usahatani.
Umumnya ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia antara lain memiliki
lahan sempit, modal relatif kecil, tingkat pengetahuan terbatas dan kurang
dinamik sehinggga berakibat pada rendahnya pendapatan usahatani (Soekartawi, 1986).
Tujuan dari setiap petani dalam menjalankan usahataninya berbeda-beda,
apabila menjalankan usahatani ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik
dengan melalui atau tanpa melalui peredaran uang, maka usahatani yang demikian
disebut pencukup kebutuhan keluarga (subsistence
farm), bila motif berusaha tani didorong oleh keinginan untuk mencari
keuntungan sebesar-besarnya, maka usahatani yang demikian disebut usahatani
komersial (commercial farm). Usaha tani yang baik adalah usaha tani yang
bersifat produktif dan efisien yaitu mempunyai produktivitas yang tinggi dan
bersifat kontiniu (Mubyarto, 2000).
Berusahatani sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh
produksi dilahan pertanian, pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang
dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan
pendapatan dari kegiatannya. Ratag
(1982) mengemukakan bahwa suatu usahatani yang baik adalah usaha menempatkan
faktor-faktor produksi pada suatu kombinasi dan cara yang baik, sehingga
diperoleh keuntungan yang besar dalam suatu jangka waktu tertentu.
2.4 Analisis Usahatani
Soekartawi
(1995) menjelaskan, ada tiga data yang sering dipakai dalam melakukan analisis
usahatani. Data tersebut meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani.
Cara analisis terhadap tiga variabel ini sering disebut dengan analisis
anggaran arus uang tunai (cash flow analysis).
Pendapatan usahatani dapat dikatakan layak apabila total penerimaan yang
diperoleh lebih besar dibandingkan total biaya yang dikeluarkan, dalam kondisi
tersebut suatu usahatani layak untuk diusahakan.
2.4.1 Penerimaan Usahatani
Penerimaan
usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan atau pandapatan kotor dapat
diartikan sebagai nilai produk total dalam jangka waktu tertentu baik yang
dipasarkan maupun tidak. Penerimaan usahatani terdiri dari hasil penjualan
produksi pertanian, produksi yang dikonsumsi dan kenaikan nilai invertaris.
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan
harga jualnya. Menurut Hernanto (1993), penerimaan usahatani yaitu penerimaan
dari sumber-sumber usahatani dan keluarga.
Pernyataan
ini dapat dituliskan sebagai berikut:
Dimana :
TR = Total
Revenue (Total penerimaan)
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu
usahatani
Py = Harga Produk (Y)
2.4.2. Biaya Usahatani
Biaya dalam kegiatan usahatani oleh
petani ditujukan untuk menghasilkan pendapatan yang tinggi bagi usahatani yang
dikerjakan, dengan mengeluarkan biaya maka petani mengharapkan pendapatan yang
setinggi-tingginya melalui tingkat produksi yang tinggi. Biaya produksi akan selalu muncul dalam setiap
kegiatan ekonomi dimana usahanya selalu berkaitan dengan produksi. Timbulnya
biaya produksi sangat berkaitan dengan diperlukannya input (faktor-faktor
produksi) ataupun pengorbanan lainnya yang digunakan dalam kegiatan produksi
tersebut, pada hakekatnya biaya (cost)
adalah sejumlah uang tertentu yang telah diputuskan guna pembayaran ataupun
pembelian input yang diperlukan, sehingga tersedia sejumlah uang (biaya) yang
benar-benar telah diperhitungkan sedemikian rupa agar produksi dapat
berlangsung (Rosyidi Suherman, 1996).
Soekartawi (1995) menjelaskan bahwa biaya usahatani diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable
cost). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai
biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun roduksi yang
diperoleh banyak atau sedikit, contoh biaya tetap antara lain: pajak, sewa
tanah, alat pertanian, dan iuran irigasi, sedangkan biaya tidak tetap atau
biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh
produksi yang diperoleh contohnya biaya untuk sarana produksi. Jika menginginkan
produksi yang tinggi, maka tenga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu
ditambah dan sebagainya, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung
dari besar-kecilnya produksi yang diinginkan, dalam enghitung total biaya
usahatani digunakan rumus dibawah ini:
Dimana:
TC = Total
Cost (Total biaya)
FC = Fixed
Cost (Biaya tetap)
VC = Variabel
Cost (Biaya variabel)
2.4.3
Pendapatan Usahatani
Mubyarto
(1991) menjelaskan, pendapatan
usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan.
Selain itu pendapatan dapat digambarkan sebagai balas jasa dan kerja
sama faktor-faktor produksi yang disediakan oleh petani sebagai penggerak,
pengelolah, pekerja dan sebagai pemilik modal.
Pendapatan merupakan hasil pengurangan antara hasil penjualan dengan
semua biaya yang dikeluarkan mulai dari masa tanam sampai produk tersebut
berada ditangan konsumen akhir, untuk menghitung pendapatan usahatani digunakan rumus:
Dimana:
= Pendapatan usahatani
TR = Total
Revenue (Total penerimaan)
TC = Total Cost (Total
biaya)
Pendapatan dalam usahatani memiliki
kaitan erat terhadap tingkat produksi yang dicapai, apabila tingkat produksi
meningkat maka pendapatan akan cenderung meningkat pula. Kegiatan usahatani
bertujuan untuk mencapai produksi yang pada akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan. Pendapatan yang
makin tinggi hanya dapat dicapai dengan pengelolaan faktor-faktor produksi
usahatani secara intensif. Modal adalah
salah satu faktor produksi diantara tiga faktor yang disatu padukan dalam
proses produksi yakni tanah, tenaga kerja, pengalaman (skill) dan modal (Adiwilaga, 1986).
2.5 Kerangka Pemikiran
Suatu
usahatani dapat dikatakan berhasil apabila petani tersebut mampu memperoleh
hasil produksi yang tinggi dimana hal tersebut akan berbanding lurus dengan
keuntungan atau pendapatan yang diperoleh.
Salah satu cara yang tepat digunakan untuk memperoleh hasil yang
maksimal adalah dengan mengoptimalkan penggunaan input atau sumberdaya yang
dimiliki petani secara optimal dengan menentukan kombinasi terbaik penggunaan
sumberdaya yang tersedia. Gambar 1 merupakan kerangka berfikir dari maksimisasi
keuntungan usahatani jagung.
Gambar 1. Kerangka pemikiran
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Praktek
Praktek ini akan
dilaksanakan di Desa Bulupountu Jaya Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten
Sigi. Penentuan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purpossive),
dengan pertimbangan bahwa Desa Bulupountu Jaya merupakan salah satu daerah
penghasil tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Sigi. Praktek ini dilaksanakan pada 6 Desember 2014.
3.2 Pengumpulan Data
Data yang
dikumpulkan dalam praktek
ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari
hasil observasi dan wawancara langsung kepada petani di lapangan dengan
menggunkan daftar pertanyaan (Questionaire)
terhadap responden yaitu responden petani jagung. Data sekunder diperoleh dari berbagai
instansi pemerintah yang terkait dengan penelitian ini dan berbagai literatur
lainnya sebagai pendukung dalam penyusunan hasil penelitian.
3.3 Analisis Data
Berdasarkan
tujuan yang ingin dicapai dalam praktek
ini, maka pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan metode
alat analisis yaitu:
3.3.1 Analisis Pendapatan
Pendapatan usahatani
adalah selisih antara penerimaan (Total
Revenue) dan semua biaya (Total Cost), di mana
penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dan harga satuan produksi, sedangkan biaya adalah
semua pengeluaran yang digunakan dalam suatu usahatani. Secara matematis
persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:
|
Keterangan :
π = Pendapatan/keuntungan
TR
=
Total Revenue (Total
Penerimaan)
TC = Total
cost (Total Biaya)
Untuk
memperoleh total biaya dapat di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut
:
|
Keterangan :
TC = Total
Cost (Total Biaya)
FC
=
Fixed Cost (Biaya Tetap)
VC = Variabel Cost (Biaya Variabel)
Untuk
memperoleh total penerimaan dapat dihitung dengan mengunakan rumus sebagai
berikut:
|
Keterangan:
TR = (Total Revenue) Total Penerimaan
Y =
Produk yang di peroleh dalam suatu usahatani
Py =
Harga Produksi
3.4 Konsep Operasional
Konsep
operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Responden adalah petani yang mengusahakan tanaman
jagung manis di Desa Bulupountu Jaya yang terpilih sebagai
sumber informasi dalam penelitian ini.
2.
Usahatani adalah suatu kegiatan yang dilakukan petani jagung manis dalam memperoleh
produksi.
3.
Luas lahan adalah luas tanah yang diusahakan oleh
petani responden untuk kegiatan usahatani jagung manis yang dinyatakan dalam satuan hektar (Ha).
4.
Benih adalah banyaknya benih jagung manis yang merupakan input produksi yang digunakan dalam
satu kali musim tanam, dinyatakan dalam kilogram (Kg).
5.
Tenaga kerja adalah curahan tenaga kerja yang dialokasikan
dalam proses produksi pada usahatani jagung manis dalam satu kali musim tanam, dinyatakan dalam satuan
hari orang kerja (HOK).
6.
Produksi adalah hasil yang diperoleh dari usahatani jagung manis pada satu kali musim tanam
yang dinyatakan dengan kilogram (Kg)
7.
Total biaya adalah semua biaya pengeluaran yang
digunakan dalam produksi, dinyatakan dalam rupiah (Rp).
8.
Biaya tetap adalah biaya yang besarnya relatif tidak
berubah atau tidak tergantung pada perubahan volume produksi, dinyatakan dalam
rupiah (Rp/MT).
9.
Biaya variabel adalah biaya yang berubah dan habis
dipakai dalam satu kali proses produksi, dinyatakan dalam rupiah (Rp/MT).
10.
Harga adalah harga yang berlaku ditingkat petani, dinyatakan dalam rupiah (Rp).
11.
Modal adalah
sejumlah uang atau barang yang digunakan sebagai penunjang dalam membiayai
seluruh kegiatan produksi usahatani jagung manis dinyatakan dalam satuan
(Rp/MT).
12.
Penerimaan adalah jumlah uang yang diterima oleh petani
dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual
produksi, yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).
13.
Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan
dengan total biaya produksi, dinyatakan dalam rupiah (Rp).
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Usahatani
4.1.1 Gambaran
Umum Usaha
Lokasi praktek adalah di Desa Bolopontu, Kecamatan
Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Desa tersebut merupakan lokasi pengambilan
sampel usahatani jagung manis. Desa tersebut merupakan salah satu desa di
kecamatan sigi biromaru yang memiliki berbagai jenis tanaman hotrikultura dan
tanaman pangan, rata-rata penduduk desa Bolopontu bekerja sebagai petani.
Masyarakat desa Bolopontu pada umumnya bukan masyarakat asli desa tersebut,
masyarakat desa tersebut merupakan pendatang yang kebanyakan berasal dari pulau
jawa.
4.1.2 Luas Lahan
Luas lahan yang diusahakan oleh 8 responden dalam
penelitian di Desa Bulupontu berkisar antara 0,25 – 1,0 ha . Keadaan luas lahan
yang diusahakan untuk tanaman jagung manis oleh responden di Bolopontu
ditunjukkan pada Tabe.4
Tabel 4. Klasifikasi responden berdasarkan
luas lahan di Desa Bulupontu tahun 2014
No
|
Luas Lahan
(Ha)
|
Jumlah Responden
(Jiwa)
|
Persentase
(%)
|
1
2
3
|
0,25
0,5
1,0
|
2
3
3
|
25
37,5
37,5
|
Jumlah
|
8
|
100
|
Sumber: Data Primer (diolah)
4.1.3 Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang
digunakan selama satu kali musim tanam, mulai dari pengolahan tanah, penanaman,
penyiangan, pemupukkan, pengendakian hama dan penyakit, pemungutan hasil, dan
pengangkutan hasil panen adalah rata-rata 1-3 orang.
4.1.4 Benih
Benih
yang digunakan untuk usahatani tomat tersebut adalah berkisar antara 1-2 kg dalam satu kali musim tanam. Bibit
yang digunakan merupakan bibit yang dibeli, sehingga kualitasnya sangat baik.
4.1.5 Pestisida
Jenis
pestisida yang digunakan selama musim tanam yaitu decis, dimana jenis pestisida
ini paling banyak digunakan oleh petani karena mampu membunuh hama dan juga
harganya lebih murah jika dibandingkan dengan jenis pestisida lainnya.
4.1.6 Pupuk
Ada
beberapa jenis pupuk yang digunakan dalam kegiatan usahatani ini selama satu
kali musim tanam, yaitu urea, dan poska, Dimana pupuk ini digunakan rata
sebanyak 10-20 kg setiap kali musim tanam..
4.2 Usia
Umur responden dalam penelitian ini berkisar antara 30-75 tahun. Umur
merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas kerja petani dalam mengelola
usahataninya. Umur produktif adalah 15-75 tahun, umur 0-14 tahun merupakan
kelompok umur muda secara ekonomis belum dapat memberikan hasil yang maksimal. Umur 75 tahun ke atas merupakan usia
lanjut di mana fisik para pekerja mulai lemah. Secara rinci dapat dilihat ada
Tabel 5
Tabei 5. Klasifikasi responden bedasarkan umur di Desa
Bulupontu tahun 2014
No
|
KelompokUmur
(Tahun)
|
Jumlah
(Jiwa)
|
Persentase
(%)
|
1
2
3
4
|
30-40
41-50
51-60
61-75
|
2
3
2
1
|
25
37,5
25
12,5
|
Jumlah
|
8
|
100
|
Sumber:
Data Primer (diolah)
Dari Tabel 5.
menunjukan bahwa responden jagung
manis di Desa Bolopontu Jaya tidak di dominasi oleh
umur-umur tertentu dalam usia produktif melainkan cenderung merata walaupun
memang pada responden yang berumur di atas 50 tahun akan lebih banyak
menggunakan tenaga kerja upahan.
4.3 Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan faktor yang penting bagi petani dalam
melakukan usahataninya. Pendidikan dapat berpengaruh langsung pada kemudahan
dalam mengadopsi teknologi-teknologi terapan yang berkembang dalam dunia
usahatani, walaupun pendidikan yang petani miliki tidak di dapat sepenuhnya dari
pendidikan formal melainkan lebih banyak diperoleh melalui eksperimen atau
pengalaman dan belajar langsung kepada penyuluh dan teman-teman petani yang
telah sukses. Secara formal pendidikan responden paling dominan adalah pada
tingkat SD. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Klasifikasi responden berdasarkan
tingkat pendidikan di Desa Bulupontu tahun 2014.
No
|
Tingkat
Pendidikan
|
Jumlah
(Jiwa)
|
Persentase
(%)
|
1
2
3
|
SD / Sederajat
SLTP / Sederajat
SLTA / Sedarajat
|
4
3
1
|
50
37,5
12,5
|
Jumlah
|
8
|
100
|
Sumber: Data Primer (diolah)
Dari
table 6 dapat dilihat bahwa responden usahatani tomat memiliki tingkat
pendidikan yang dominan hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) dan hanya beberapa
orang yang memiliki tingkat pendidikan SMP dan SMA.
4.4
Biaya Usahatani
Biaya
dalam kegiatan usahatani oleh petani ditujukan untuk menghasilkan pendapatan
yang tinggi bagi usahatani yang dikerjakan, dengan mengeluarkan biaya maka
petani mengharapkan pendapatan yang setinggi-tingginya melalui tingkat produksi
yang tinggi. Biaya produksi akan selalu
muncul dalam setiap kegiatan ekonomi dimana usahanya selalu berkaitan dengan
produksi. Timbulnya biaya produksi sangat berkaitan dengan diperlukannya input
(faktor-faktor produksi) ataupun pengorbanan lainnya yang digunakan dalam
kegiatan produksi tersebut, pada hakekatnya biaya (cost) adalah sejumlah uang tertentu yang telah diputuskan guna
pembayaran ataupun pembelian input yang diperlukan, sehingga tersedia sejumlah
uang (biaya) yang benar-benar telah diperhitungkan sedemikian rupa agar
produksi dapat berlangsung (Rosyidi Suherman, 1996).
Soekartawi (1995)
menjelaskan bahwa biaya
usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed
cost) dan
biaya tidak tetap (variable cost).
Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap
jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun roduksi yang diperoleh banyak atau
sedikit, contoh biaya tetap antara lain: pajak, sewa tanah, alat pertanian, dan
iuran irigasi, sedangkan biaya tidak tetap atau biaya variabel didefinisikan
sebagai biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh contohnya
biaya untuk sarana produksi. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Biaya
Usahatani Jagung Manis di Desa Bolopontu
NO
|
NAMA
|
BIAYA
TETAP
|
BIAYA
VARIABEL
|
TOTAL
BIAYA
|
1
|
Kasim
|
Rp.3.479.000
|
Rp.1.903.500
|
Rp.5.382.500
|
2
|
Suwitno
|
Rp.2.429.000
|
Rp.1.435.100
|
Rp.3.864.100
|
3
|
Harmin
|
Rp.879.000
|
Rp.930.500
|
Rp.1.809.500
|
4
|
Topan
|
Rp.979.000
|
Rp.2.403.500
|
Rp.3.382.500
|
5
|
Jamal
|
Rp.929.000
|
Rp.1.445.500
|
Rp.2.374.500
|
6
|
Wirahman
|
Rp.1.879.000
|
Rp.830.900
|
Rp.2.709.900
|
7
|
Wirana
|
Rp.3.479.000
|
Rp.1.923.500
|
Rp.5.402.500
|
8
|
Swait
|
Rp.2.429.000
|
Rp1.385.100
|
Rp.3.814.100
|
TOTAL
|
Rp.16.482.000
|
Rp.12.257.600
|
Rp.28.739.600
|
|
Rata-rata
|
Rp.6.386.578
|
Berdasarkan tabel diatas, kita dapat melihat total
biaya yang dikeluarkan oleh petani jagung manis di Desa Bolopontu dalam satu
kali musin tanam adalah sebesar Rp.28.739.600, dengan rata-rata biaya yang
dikeluarkan adalah sebesar Rp.6.386.578.
4.5
Penerimaan Usahatani
Penerimaan
usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan atau pandapatan kotor dapat
diartikan sebagai nilai produk total dalam jangka waktu tertentu baik yang
dipasarkan maupun tidak. Penerimaan usahatani terdiri dari hasil penjualan
produksi pertanian, produksi yang dikonsumsi dan kenaikan nilai invertaris.
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan
harga jualnya. Menurut Hernanto (1993), penerimaan usahatani yaitu penerimaan
dari sumber-sumber usahatani dan keluarga. Secara rinci
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8.
Penerimaan Usahatani Jagung Manis di Desa Bolopontu
NO
|
NAMA
|
SATUAN
|
HARGA
PER KARUNG
|
TOTAL
PENERIMAAN
|
1
|
Kasim
|
50
|
Rp.300.000/karung
|
Rp.15.000.000
|
2
|
Suwitno
|
30
|
Rp.300.000/karung
|
Rp.9.000.000
|
3
|
Harmin
|
17
|
Rp.300.000/karung
|
Rp.5.100.000
|
4
|
Topan
|
50
|
Rp.300.000/karung
|
Rp.15.000.000
|
5
|
Jamal
|
27
|
Rp.300.000/karung
|
Rp.8.100.000
|
6
|
Wirahman
|
15
|
Rp.300.000/karung
|
Rp.4.500.000
|
7
|
Wirana
|
45
|
Rp.300.000/karung
|
Rp.13.500.000
|
8
|
Swait
|
30
|
Rp.300.000/karung
|
Rp.9.000.000
|
TOTAL
|
264
|
Rp.79.200.000
|
||
Rata-rata
|
Rp.9.900.000
|
Berdasarkan tabel diatas, kita dapat melihat
total penerimaan petani jagung manis di Desa Bolopontu dalam satu kali musin
tanam adalah sebesar Rp.79.200.000, dengan rata-rata penerimaan adalah sebesar
Rp.9.900.000.
4.6
Pendapatan Usahatani
Mubyarto (1991) menjelaskan, pendapatan usahatani adalah selisih
antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan.
Selain itu pendapatan dapat digambarkan sebagai balas jasa dan kerja
sama faktor-faktor produksi yang disediakan oleh petani sebagai penggerak,
pengelolah, pekerja dan sebagai pemilik modal.
Pendapatan merupakan hasil pengurangan antara hasil penjualan dengan
semua biaya yang dikeluarkan mulai dari masa tanam sampai produk tersebut
berada ditangan konsumen akhir. Secara rinci dapat kita lihat pada Tabel 9.
Tabel 9.
Pendapatan Usahatani Jagung Manis di Desa Bolopontu
NO
|
NAMA
|
TOTAL
PENERIMAAN
|
TOTAL
BIAYA
|
TOTAL
PENDAPATAN
|
1
|
Kasim
|
Rp.15.000.000
|
Rp.5.382.500
|
Rp.9.617.500
|
2
|
Suwitno
|
Rp.9.000.000
|
Rp.3.864.100
|
Rp.5.135.900
|
3
|
Harmin
|
Rp.5.100.000
|
Rp.1.809.500
|
Rp.3.290.500
|
4
|
Topan
|
Rp.15.000.000
|
Rp.3.382.500
|
Rp.11.617.500
|
5
|
Jamal
|
Rp.8.100.000
|
Rp.2.374.500
|
Rp.5.725.500
|
6
|
Wirahman
|
Rp.4.500.000
|
Rp.2.709.900
|
Rp.1.790.100
|
7
|
Wirana
|
Rp.13.500.000
|
Rp.5.402.500
|
Rp.8.097.500
|
8
|
Swait
|
Rp.9.000.000
|
Rp.3.814.100
|
Rp.5.185.900
|
TOTAL
|
Rp.79.200.000
|
Rp.28.739.600
|
Rp.50.460.400
|
|
Rata-rata
|
Rp.6.307.550
|
Berdasarkan tabel diatas kita dapat
melihat total pendapatan usahatani jagung manis di Desa Bolopontu dalam satu
kali musim tanam adalah sebesar Rp.50.460.400, dengan rata-rata pendapatan
adalah sebesar Rp.6.307.550 dalam satu kali musim tanam.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Total biaya
yang dikeluarkan oleh petani jagung manis di Desa Bolopontu dalam satu kali
musin tanam adalah sebesar Rp.28.739.600, dengan rata-rata biaya yang
dikeluarkan adalah sebesar Rp.6.386.578.
2.
Total
penerimaan petani jagung manis di Desa Bolopontu dalam satu kali musin tanam
adalah sebesar Rp.79.200.000, dengan rata-rata penerimaan adalah sebesar
Rp.9.900.000 dalam satu kali musim tanam.
3.
Total pendapatan usahatani jagung manis
di Desa Bolopontu dalam satu kali musim tanam adalah sebesar Rp.50.460.400,
dengan rata-rata pendapatan adalah sebesar Rp.6.307.550 dalam satu kali musim
tanam.
5.2
Saran
Sangat diharapkan pemerintah untuk lebih memperhatikan
petani, khususnya petani jagung yang ada di Desa Bolopontu dan di Indonesia
pada umumnya. Sulawesi tengah merupakan salah satu penghasil jagung terbesar di
Indonesia. Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh petani khususnya dalam
mendapatkan sarana produksi untuk usahatani, karena harga sarana produksi yang
mahal, banyak petani memakai sarana produksi khususnya benih dengan kualitas
rendah, sehingga kualitas hasil produksi juga menjadi rendah, yang
mengakibatkan harga dari komoditi tersebut juga rendah. Pemerintah juga harus
meningkatkan pengetahuan petani melalui penyuluhan-penyuluhan, karena jika kita
melihat latarbelakang pendidikan petani sangat banyak sekali petani yang
tingkat pendidikannya sangat rendah. Pemerintah juga bisa menyediakan sarana
produksi pertanian yang murah sehinnga bisa di jangkau oleh petani
Comments
Post a Comment