Kandungan kimia tongkol jagung


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Gorontalo sebagai provinsi termuda, terus mengembangkan diri sebagai provinsi inovasi di Indonesia. Saat ini pemerintah daerah mulai serius menggarap ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sebagai instrumen penting penunjang pembangunan. Berkaca dari negara-negara di Asia yang sudah mulai maju, di antaranya Singapura dan Korea, iptek selalu dijadikan instrumen penting dalam pembangunan. Itulah yang menjadi dasar provinsi Gorontalo untuk menjadi daerah pusat inovasi di Indonesia dengan memulai gebrakannya memproklamirkan diri sebagai Provinsi Agropolitan dengan komoditas unggulan jagung sejak tahun 2002. Dengan potensi ini, provinsi yang resmi didirikan sejak 2001 itu mulai mengeksplorasi jagung. Selain digunakan sebagai makanan pokok masyarakat setempat, jagung mulai merambah pasar ekspor di luar negeri secara komersial. Tabel 1. Produksi Jagung Gorontalo Tiap Tahun
Tahun
Luas Panen (Ha)
Produktivitas (Ku/Ha)
Produktivitas (ton)
2003 2004 2005 2006 2007
38,716 72,529 107,525 109,792 200
31,34 34,64 37,13 37,91 45,29
183,994 251,223 400,046 416,222 464,532
Data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, 2007 Seiring meningkatnya eksplorasi dan eksploitasi tanaman jagung Gorontalo per tahun, maka limbah yang dihasilkan dari sisa pengolahan hasil pertanian jagung semakin meningkat pula. Limbah yang dihasilkan dari usaha tani jagung diantaranya adalah tongkol jagung.

Selama ini pemanfaatan tongkol jagung yang dihasilkan masih terbatas untuk makanan ternak; atau hanya digunakan sebagai pengganti kayu bakar (Huda, 2007). Disamping melimpah, nilai ekonomi yang diperoleh juga belum tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengembangan proses teknologi sehingga terjadi diversifikasi pemanfaatan limbah pertanian yang ada. Seperti halnya biomassa pada umumnya, tongkol jagung memiliki kandungan polisakarida yang dapat dikonversi menjadi produk atau senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mendukung proses produksi sektor industri lainnya. Salah satu polisakarida yang terdapat dalam tongkol jagung adalah selulosa dan hemiselulosa, dengan persentase berturut-turut sebesar 40% dan 36%. Melihat komposisi selulosa dan hemiselulosa yang cukup besar, maka tongkol jagung sangat potensial untuk dimanfaatkan menjadi bentuk biopolimer (Huda, 2007). Sampah plastik merupakan sampah yang sulit dalam penanganannya sehingga menyebabkan masalah lingkungan berskala global. Plastik banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari, karena mempunyai keunggulan-keunggulan seperti kuat, ringan dan stabil, namun sulit terombak oleh mikroorganisme dalam lingkungan sehingga menyebabkan masalah lingkungan yang sangat serius. Menurut Pranamuda (2006) dalam memecahkan masalah sampah plastik dilakukan beberapa pendekatan seperti daur ulang, teknologi pengolahan sampah plastik dan pengembangan bahan plastik baru yang dapat hancur dan terurai dalam lingkungan yang dikenal dengan sebutan plastik biodegradable. Plastik biodegradable merupakan plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, plastik biodegradabel merupakan bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan.
Penelitian terdahulu, Pranamuda (2006) melaporkan bahwa pengembangan plastik biodegradable dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku pati tropis misalnya, pati singkong, pati jagung/tongkol jagung, sagu dan lain sebagainya.
3
Gorontalo adalah provinsi yang sangat potensial untuk dapat memproduksi plastik biodegradabel dengan potensi sumber daya alam yang dimilikinya. Salah satu jenis biopolimer yang dapat dikembangkan adalah selulosa asetat. Biopolimer dari jenis ini dapat dibuat dari raw material yang banyak mengandung senyawa kimia selulosa. Menurut Huda (2007) tongkol jagung merupakan raw material yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi biopolimer jenis selulosa asetat. Hal ini dikarenakan tongkol jagung banyak mengandung senyawa jenis selulosa. Biopolimer selulosa asetat dapat diaplikasikan sebagai pembungkus atau kemasan produk makanan. Untuk kurun waktu tertentu, produk makanan dalam kemasan dapat mengalami kerusakan akibat adanya mikroorganisme khususnya bakteri yang tumbuh di dalamnya. Pertumbuhan bakteri dalam kemasan produk makanan dapat dihambat apabila pembungkus atau kemasan juga mengandung bahan-bahan yang memiliki fungsi sebagai anti bakteri. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dapat disampaikan yaitu bagaimana cara memanfaatkan limbah tongkol jagung dalam pembuatan plastik biodegradabel. 1.3 Tujuan Penulisan Dapat memanfaatkan limbah tongkol jagung sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradabel. 1.4 Manfaat Penulisan
1. Memberi nilai ekonomis terhadap tongkol jagung melalui pengolahannya menjadi plastik biodegradabel yang ramah lingkungan
2. Memberikan solusi tentang penanganan limbah tongkol jagung sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradabel.
4
3. Memberikan solusi pemecahan masalah sampah plastik sintetik yang tidak terurai oleh lingkungan.
4. Sebagai sumber informasi mengenai pemanfaatan limbah tongkol jagung dalam pembuatan plastik biodegradabel
5

BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tanaman Jagung
Tanaman jagung memiliki nama latin Zea mays. Masyarakat Gorontalo mengenal dengan nama ‘binte’. Kriteria-kriteria tanaman jagung mengikut sistem klasifikasi International Maize and Wheat Improvement Center (CIMWIC) yaitu Jagung pada umumnya tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, iklim sederhana, dan iklim tanah tinggi. 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Taksonomi jagung adalah seperti berikut: Kelas : Angiosperm Ordo : Graminales Famili : Gramineae Genus : Zea Spesis : mays Nama biasa : Jagung Manis dan lain-lain 2.1.2 Morfologi Tanaman Jagung Menurut Halimi (2006) tanaman jagung merupakan tanaman semusim yang masa panen lebih kurang 3 bulan. Memiliki akar serabut, dan akar sokong pada pangkal batang yang menyokong pokok batang jagung .Batangnya tunggal, berbentuk silinder, panjang dan ditutupi dengan upih daun dan mempunyai buku yang lebih rapat dan dekat pada pangkal.
Daun tanaman jagung berbentuk tirus dan panjang dengan urat yang sejari. Rambut jagung (bunga jantan) yang terdapat di ujung batang pokok menghasilkan biji-biji dan bunga sebelum bunga betina matang. Tongkol yang terdapat di ketiak daun pokok matang mengandungi biji benih jagung. Rambut bunga betina (stil) yang
6
panjang dan berupa sutera terdapat di tongkol muda dan menerima serbuk sari dari bunga jantan. Proses penyerbukkan dibantu oleh angin. Biji jagung terdiri dari 3 bagian yaitu perikarpa, endosperma dan embrio. Gambar 1. Tanaman Jagung 2.2 Komposisi Kimia Tongkol Jagung Menurut Huda (2007) komposisi tongkol jagung dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Komposisi Kimia Tongkol Jagung
No
Komposisi
Jumlah (%)
1. 2. 3. 4.
Selulosa Hemiselulosa Lignin Lain-lain
40 36 16 8
7
2.3 Plastik Biodegradabel dan Metode Pengujiannya
2.3.1 Plastik Biodegradabel
Plastik biodegradabel adalah plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, plastik biodegradabel merupakan bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan. Di Jepang telah disepakati penggunaan nama plastik hijau (GURIINPURA) untuk plastik biodegradabel. Gambar 2 Proyeksi produksi plastik biodegradabel (Sumber laporan BPS, 1999)
Menurut Pranamuda (2006) berdasarkan bahan baku yang dipakai, plastik biodegradabel dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok dengan bahan baku petrokimia dan kelompok dengan bahan baku produk tanaman seperti pati dan selulosa. Yang pertama adalah penggunaan sumberdaya alam yang tidak terbarui (non-renewable resources), sedangkan yang kedua adalah sumber daya alam terbarui (renewable resources). Saat ini polimer plastik biodegradabel yang telah diproduksi
8
adalah kebanyakan dari polimer jenis poliester alifatik. Gambar 2 menunjukkan representatif dari polimer plastik biodegradabel yang sudah diproduksi skala industri.
a. Poli (-kaprolakton) (PCL) : PCL adalah polimer hasil sintesa kimia menggunakan bahan baku minyak bumi. PCL mempunyai sifat biodegradabilitas yang tinggi, dapat dihidrolisa oleh enzim lipase dan esterase yang tersebar luas pada tanaman, hewan dan mikroorganisme. Namun titik lelehnya yang rendah, Tm =60oC, menyebabkan bidang aplikasi PCL menjadi terbatas.
b. Poli (ß-hidroksi butirat) (PHB) : PHB adalah poliester yang diproduksi sebagai cadangan makanan oleh mikroorganisme seperti Alcaligenes (Ralstonia) eutrophus, Bacillus megaterium dsb. PHB mempunyai titik leleh yang tinggi (Tm = 180o C), tetapi karena kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan sifat mekanik dari PHB kurang baik. Kopolimer poli (b-hidroksi butirat-ko-valerat) (PHB/ V) merupakan kopolimer hasil usaha perbaikan sifat kristalinitas dari PHB. Dalam majalah Sientificc America edisi Augustus 2000, Tillman U Gerngros melakukan kajian tentang tingkat keramahan plastik biodegradabel terhadap lingkungan. Dia menyatakan bahwa untuk memproduksi PHB dibutuhkan total energi yang jauh lebih besar dibanding dengan energi yang dibutuhkan untuk memproduksi plastik konvensional seperti polietilen dan polietilen tereftalat. Kenyataannya memang beberapa perusahaan yang memproduksi PHB menghentikan kegiatan produksinya, disebabkan karena mahalnya biaya produksi yang dibutuhkan.
c. Poli (butilena suksinat) (PBS): PBS mempunyai titik leleh yang setara dengan plastik konvensional polietilen, yaitu Tm =113o C. Kemampuan enzim lipase dalam menghidrolisa PBS relatif lebih rendah dibandingkan dengan kemampuannya menghidrolisa PCL. Untuk meningkatkan sifat biodegradabilitas PBS, dilakukan kopolimerisasi membentuk poli (butilen
9
suksinat-ko-adipat) (PBS/A). PBS dan PBS/ A memiliki sifat ketahanan hidrolisa kimiawi yang rendah, sehingga tidak dapat diaplikasikan untuk bidang aplikasi lingkungan lembab. Kopolimerisasi PBS dengan poli karbonat menghasilkan produk poliester karbonat yang memiliki sifat biodegradabilitas, ketahanan hidrolisa kimiawi dan titik leleh yang tinggi.
d. Poli asam laktat (PLA) : PLA merupakan poliester yang dapat diproduksi menggunakan bahan baku sumberdaya alam terbarui seperti pati dan selulosa melaui fermentasi asam laktat. Polimerisasi secara kimiawi untuk menghasilkan PLA dari asam laktat dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara langsung dari asam laktat dan secara tidak langsung melalui pembentukan laktida (dimer asam laktat) terlebih dahulu, dan diikuti dengan polimerisasi menjadi PLA. PLA mempunyai titik leleh yang tinggi sekitar 175oC, dan dapat dibuat menjadi lembaran film yang transparans. Perusahaan-perusahaan besar dunia mulai bergerak untuk memproduksi PLA, seperti Cargill-Dow Chemicals Co. yang akan memproduksi PLA dengan skala 140.000 ton/ tahun dengan memanfaatkan pati jagung. Sedangkan di Jepang, perusahaan Shimadzu Co. dan Mitsui Chemicals Co. juga memiliki plant produksi PLA. Perusahaan Toyota akan mendirikan plant industri PLA di Indonesia dengan memanfaatkan pati ubi jalar. PLA akan menjadi primadona plastik biodegradabel di masa datang.
10
Gambar 3 Plastik biodegradabel dari golongan poliester alifatik 2.3.2 Sifat biodegradabilitas Pengujian sifat biodegradabilitas bahan plastik dapat dilakukan menggunakan enzim,mikroorganisme dan uji penguburan. Lembaga standarisasi internasional (ISO) telah mengeluarkan metode standar pengujian sifat biodegradabilitas bahan plastik sebagai berikut :
a. ISO 14851 : Penentuan biodegradabilitas aerobik final dari bahan plastik dalam media cair - Metode pengukuran kebutuhan oksigen dalam respirometer tertutup
b. (b) ISO 14852 : Penentuan biodegradabilitas aerobik final dari bahan plastik dalam media cair - Metode analisa karbondioksida yang dihasilkan.
c. (c) ISO 14855 : Penentuan biodegradabilitas aerobik final dan disintegrasi dari bahan plastik dalam kondisi komposting terkendali - Metode analisa karbondioksida yang dihasilkan.
11

BAB III METODE PENULISAN

3.1 Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan berbagai sumber informasi baik yang berasal dari buku teks, jurnal penelitian, laporan resmi hasil penelitian, media elektronik berupa internet maupun sumber dari instansi terkait. 3.2 Analisis Permasalahan Analisis permasalahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan deduktif. Upaya pemecahan masalah lebih mengarah pada kajian literatur tentang berbagai aspek kimia yang hubungannya dengan pembuatan plastik biodegradabel dari tongkol jagung. Analisis permasalahan mencakup berbagai karakteristik jagung serta plastik biodegradabel yang ditinjau dari aspek biologi dan kimia. Selain itu dibahas juga cara pemanfaatan limbah tongkol jagung sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradabel 3.3 Pengambilan Simpulan Pengambilan Simpulan didasarkan pada hasil analisis dalam pemanfaatan limbah tongkol jagung sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradabel. 3.4 Perumusan Saran Perumusan saran dilakukan dengan mengacu pada hasil analisis aspek kimia dan biologi dalam pemanfaatan limbah tongkol jagung yang mengacu pada penerapannya di bidang industri dan teknologi.
12

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS
4.1 Pembuatan Plastik Biodegradabel Dari Tongkol Jagung
Menurut Huda (2007) komposisi selulosa dan hemi selulosa yang cukup besar seperti yang tertera pada tabel 2, maka tongkol jagung sangat potensial untuk dimanfaatkan menjadi bentuk biopolimer jenis selulosa asetat. Biopolimer selulosa asetat dapat diaplikasikan sebagai pembungkus atau kemasan produk makanan. Untuk kurun waktu tertentu, produk makanan dalam kemasan dapat mengalami kerusakan akibat adanya mikroorganisme khususnya bakteri yang tumbuh di dalamnya. Pertumbuhan bakteri dalam kemasan produk makanan dapat dihambat apabila pembungkus atau kemasan juga mengandung bahan-bahan yang memiliki fungsi sebagai anti bakteri. Bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai antibakteri adalah kitosan. Untuk kitosan sendiri telah banyak dimanfaatkan dalam bidang farmasi diantaranya sebagai antimikrobia, anti inflamasi, dan antioksidan dengan memecah radikal superoksida (secara in vitro). Selulosa asetat dan kitosan dapat dipadukan menjadi suatu biopolimer yang dapat dijadikan pembungkus atau kemasan produk makanan dengan kemampuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme khususnya bakteri, sehingga makanan yang terdapat dalam kemasan akan lebih bertahan lebih lama. Menurut Firdaus (2006) metode pembuatan plastik biodegradabel dari tongkol jagung dibuat dengan cara:
1. Mengekstraksi tongkol jagung yang sudah dihaluskan dengan aquades, kemudian disaring, diendapkan, dan dikeringkan.
2. Perlakuan selanjutnya terhadap ekstrak tongkol jagung kering menggunakan n-pentanol. 50 gr ekstrak jagung kering, dilarutkan dalam blender berisi 50 ml n-pentanol, proses isolasi berlangsung 5 menit.
13
3. Proses polimerisasi campuran tersebut dimulai dengan pemanasan suhu 80-90 0C dengan penambahan aquades 300 ml, sampai terbentuk biopolimer. Biopolimer yang terbentuk dicampur gliserol (plasticizer), diaduk 3 menit, dan dicetak.
4. Cetakan yang diperoleh dioven selama dua hari (2 x 24 jam) pada suhu 45 0C, selanjutnya dilepaskan dari cetakan dan dikondisikan dalam suhu kamar atau ruangan selama 24 jam dan hasilnya merupakan film plastik biodegradabel.
4.2 Sifat Mekanika Plastik Biodegradabel Sifat biodegradabilitas dari plastik biodegradabel berbasiskan tongkol jagung sangat tergantung dari kandungan selulosanya. Semakin besar kandungan selulosanya, maka semakin tinggi tingkat biodegradabilitasnya. 4.3 Biodegradabilitas Plastik Biodegradabel di Lingkungan Indonesia Sampah plastik menimbulkan masalah lingkungan karena ketidakmampuan lingkungan (dalam hal ini mikroorganisme) dalam merombak dan menguraikan plastik. Informasi mengenai kemampuan lingkungan dalam menerima (merombak, menguraikan untuk kemudian masuk kedalam siklus materi) plastik biodegradabel adalah sangat penting untuk mencegah hal-hal negatif yang mungkin akan timbul akibat meluasnya pemakaian plastik biodegradabel.
Skrining mikroorganisme dilakukan untuk mengetahui penyebaran mikroorganisme pengurai plastik dan juga rasio/ perbandingannya terhadap total mikroorganisme. Metode zona terang (clear zone) diaplikasikan untuk mengetahui penyebaran mikroorganisme pengurai polimer plastik. Gambar 4 menunjukkan koloni yang tumbuh pada media agar berisikan kaldu nutrisi (nutrient broth) (Gambar 5 A) dan media agar beremulsikan polimer plastik PCL (Gambar 4 B). Hasil pengamatan menunjukkkan tidak adanya pengaruh negatif terhadap pertumbuhan koloni mikroorganisme yang disebabkan karena keberadaan polimer plastik. Terlihat bahwa jumlah koloni yang tumbuh (visible colony) pada media NB maupun PCL berada
14
dalam kisaran 107 -108. Zona terang yang terbentuk di sekeliling koloni pada media PCL, menunjukkan bahwa koloni tersebut berkemampuan mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan polimer plastik PCL. Gambar 4. Koloni yang tumbuh pada media kaya nutrisi (A) dan media (beremulsikan PCL B) Gambar 4 menunjukkan hubungan antara jumlah total koloni dengan jumlah zona terang yang terbentuk pada media agar beremulsikan polimer plastik PCL, PHB, PBS dan PLA. Dari gambar terlihat bahwa dari 20 sampel tanah yang dipakai, seluruh sampel menunjukan adanya koloni yang dapat mernguraikan PCL, PHB dan PBS, namun hanya 2 sampel yang menunjukkan adanya koloni yang dapat menguraikan PLA. Ini menunjukkan bahwa penyebaran mikroorganisme pengurai PLA adalah lebih sempit dibandingkan dengan penyebaran mikroorganisme pengurai poliester lainnya. Kemudian dari jumlah zona terang yang terbentuk pada media beremulsikan PLA, terlihat bahwa jumlah mikroorganisme pengurai PLA sangat sedikit yaitu sekitar 1.0% dari jumlah total mikroorganisme.
15

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pengembangan bahan plastik biodegradabel merupakan alternatif untuk memecahkan masalah penanganan sampah plastik.
2. Produksi bahan plastik biodegradabel dapat mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kelestarian lingkungan.
3. Pendayagunaan pati tropis seperti tongkol jagung untuk bahan baku plastik biodegradabel bukan hanya membuka peluang terciptanya industri baru, tetapi juga memberikan andil dalam penyelesaian masalah penanganan sampah plastik di Indonesia.
4. Informasi mengenai kemampuan lingkungan dalam menerima polimer plastik baru sangat diperlukan untuk mencegah hal-hal negatif yang mungkin akan timbul dengan meluasnya pemakaian plastik biodegradabel di masa datang.
5.2 Saran Perlu adanya pendayagunaan tongkol jagung sebagai bahan baku plastik biodegradabel sehingga membuka peluang terciptanya industri baru di Gorontalo.
16

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo. www.litbang.deptan.go.id


Comments

Popular posts from this blog

1 kg jagung berapa buah

Cara menanam jagung di gelas aqua

Jenjet jagung