Pengaruh pupuk kompos terhadap pertumbuhan tanaman jagung
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perubahan pola
curah hujan, peningkatan suhu udara dan muka air laut, kejadian iklim ekstrim
berupa banjir dan kekeringan merupakan dampak perubahan iklim yang serius
dihadapi Indonesia. Perubahan iklim diduga terkait dengan pemanasan global
karena peningkatan emisi dan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Tiga
jenis gas yang paling sering disebut sebagai GRK utama adalah CO2,
CH4, dan N2O. Karena akhir-akhir ini konsentrasinya di
atmosfer terus meningkat hingga dua kali lipat (IPCC, 2007
dalam Mulyana, 2012).
Mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan melalui pengendalian emisi GRK,
peningkatan penyerapan CO2 atmosferik dan penyimpanan C-organik (carbon sink) di dalam biosfer terutama
tanah. Untuk mengendalikan potensi emisi GRK dari limbah organik pertanian dan
peternakan telah dikembangkan metode pengomposan yang dialiri udara (aerated composting method) menggunakan
bioaktivator CompoStar
yang dapat menghasilkan kompos sesuai SNI 19-7030-2004 dengan waktu proses
selama 10-14 hari (Mulyana, 2012).
Penggunaan kompos yang diperkaya mikroba rhizosfer
diharapkan dapat meningkatkan fungsi produktif ekosistem lahan terdegredasi di
daerah tangkapan air dan daerah aliran sungai melalui peningkatan C-organik
tanah, keragaman dan aktivitas hayati, infiltrasi air, penurunan erosi dan laju
aliran air permukaan (runoff).
Melalui sistem pertanaman berbasis konservasi tanah dan air juga diharapkan
dapat meningkatkan penyerapan CO2 atmosferik melalui fotosintesa
oleh tanaman yang sehat dan cepat tumbuh, meningkatkan penyimpanan karbon di
dalam biosfer, meningkatkan C-organik tanah, keragaman dan aktivitas hayati
tanah. Evaluasi serapan CO2 dan laju pengembalian karbon secara
aktual dapat dilakukan menggunakan isotop C-13.
Usaha penghematan dan pengurangan
pupuk buatan diperlukan pemanfaatan sumber hayati yang berpotensi sebagai pupuk
hayati untuk mengganti pupuk buatan. Pupuk hayati mengandung mikroba hidup yang
diberikan ke dalam tanah sebagi inokulan untuk membantu tanaman memfasilitasi
atau menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman. Oleh karena itu, pupuk
hayati sering juga disebut pupuk mikroba (Simanungkalit, 2006).
Pupuk
hayati merupakan suatu bahan amandemen yang mengandung mikroba bermanfaat untuk
meningkatkan kesuburan tanah dan kualitas hasil tanaman, melalui peningkatan
aktivitas biologi yang akhirnya dapat berinteraksi dengan sifat-sifat fisik dan
kimia media tumbuh (tanah). Mikroba yang umum digunakan sebagai bahan aktif
pupuk hayati ialah mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat dan pemantap
agregat (Subba Rao, 1982). Penambatan N2 atmosfer oleh mikroba dapat
membantu ketersediaan unsur N bagi tanaman dan dapat mengefisienkan penggunaan
N yang berasal dari pupuk buatan. Pemanfaatan mikroba penambat N2
ini dapat mengurangi biaya produksi pertanian (Razie dan Syaifuddin, 2005).
Cacing tanah merupakan salah satu makroorganisme yang dapat membantu dalam
perombakan bahan organik. Cacing tanah mampu mempercepat proses penghancuran
bahan organik sisa menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Cacing tanah
mampu menguraikan sampah organik 2-5 kali lebih cepat dari mikroorganisme
pembusuk. Limbah bahan organik yang diuraikan dapat mengalami penyusutan 40-60%
(Kartini, 2006 dalam Fahriyani,
2007). Kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik yang
dilakukan oleh cacing tanah disebut vermikompos.
Menurut Kusnadi, 2000 (dalam
Siswanto et al., 2002 dalam Fahriyani 2007) vermikompos
merupakan bahan organik yang ramah lingkungan, mengandung unsur esensial
berasal dari kotoran cacing dan meterial hasil dekomposisi mikroorganisme yang
berguna untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Oleh karena
itu vermikompos dapat dijadikan alternatif dalam upaya memperbaiki beberapa
sifat fisik tanah dan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman sehingga
meningkatkan hasil panen. Jagung hibrida bisi-2 digunakan pada percobaan ini
untuk mengetahui apakah peningkatan tampilan tanaman jagung juga sebanding
dengan peningkatan hasil panen jagung hibrida bisi-2. Berdasarkan uraian di
atas, maka praktek percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian
vermikompos yang dicampur dengan composStar sehingga menjadi bio-kompos terhadap peningkatan tampilan
pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays
L.) hibrida bisi-2.
1.2
Tujuan PKL
Pelaksanaan praktek kerja lapangan ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui pengaruh
pemberian bio-kompos terhadap
peningkatan tampilan pertumbuhan tanaman jagung hibrida bisi-2.
2.
Mengetahui pengaruh
pemberian bio-kompos terhadap
beberapa sifat fisik tanaman (bobot basah dan bobot kering biomassa serta bobot
basah dan bobot kering akar) jagung hibrida bisi-2.
1.3
Manfaat PKL
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi kepada masyarakat dan petani tentang pemanfaatan bio-kompos dalam memperbaiki kesuburan
tanah dan dapat meningkatkan hasil tanam.
1.
Dapat
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama belajar/ perkuliahan.
2.
Mendapatkan
informasi bagaimana cara membuat pupuk organik hayati yang dapat diaplikasikan
pada tanaman jagung hibrida bisi-2.
3.
Mendapatkan
pengalaman dan keterampilan dalam dunia kerja terutama dalam mikrobiologi
lingkungan dan kebumian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.
BIO-KOMPOS
Menurut J.H. Crawford (2003) kompos
adalah hasil dekomposisi parsial/ tidak lengkap, yang dipercepat secara
artifisial dari campuran bahan-bahan organik oleh populasi berbagai macam
mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab dan aerobik.
Bio-Kompos adalah kombinasi kompos
(pupuk organik) yang ditambah dengan mikroba berguna (Effective Microorganism) seperti compoStar dan vermikompos.
Komposisi bio-kompos dijelaskan dalam
uraian berikut:
3.1.1. Isolat
CompoStar
Isolat CompoStar merupakan suatu upaya pemanfaatan agensi hayati berupa
mikroorganisme yang diambil dari suatu rhizosfer
untuk memacu pertumbuhan tanaman. Hasil mikroorganisme ini diharapkan mampu
mempercepat proses dekomposisi limbah dan sampah organik, mempercepat pelepasan
unsur hara, meningkatkan tersedianya nutrisi tanaman dan mampu menekan
aktifitas mikroorganisme patogen. Dengan itu dihasilkan isolat yang lebih baik
dari isolat komersil (Arafah, 2012).
Mikroba
yang terdapat dalam isolat CompoStar adalah KNLF1, mikroba ini memiliki peranan
Azotobakter dan Azospirillum yaitu berguna untuk memfiksasi nitrogen (Hendrinova,
1990). Serta KLPS1, KLPS2 dan KLPS3, pada mikroba ini memiliki peranan sama
seperti spesies dari genus Bacillus,
Pseudomonas, Arthrobacter, Microccus, Streptomyces yang dapat melarutkan
fosfat (Hendrinova, 1990 dalam
Arafah, 2012).
Selain
itu terdapat juga mikroba KLRK1 dan KLBK1 yaitu suatu mikroorganisme Biokontrol
(Hendrinova, 1990). Mikroba ini berfungsi sebagai alat baru dalam pengendalian
hama tanaman secara biologis. Salah satu yang paling menonjol adalah Bacillus thuringiensis yang pertama kali
ditemukan pada tahun 1902 oleh bakteriologiwan Jepang Ishitawa dari ulat sutera
yang terinfeksi. Bakteri ini dapat menghambat pertumbuhan serangga pada stadium
larva dengan menghasilkan protein yng merupakan endotoksin aktif (Arafah,
2012).
3.1.2. Mikroba Azotobakter spp dan Bacillus spp
Azotobacter merupakan bakteri
penambat nitrogen aerobik non-simbiotik
yang mampu menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi, bervariasi ± 2-15
mg nitrogen/ gram sumber karbon yang digunakan, meskipun hasil yang lebih
tinggi seringkali dilaporkan (Subba Rao, 1982). Azotobakter juga merupakan bakteri gram negatif dan bergerak dengan
flagel peritrik. Azotobacter
diketahui mampu menghasilkan substansi zat pemacu tumbuh giberelin, sitokinin dan asam
indol asetat, sehingga dapat memacu pertumbuhan akar (Alexander, 1977 dalam Saraswati et al., 2008). Azotobacter
mendukung fungsi tanah sebagai media pertumbuhan tanaman karena rizobakteri ini memiliki aktivitas lain
yang bekenaan dengan kesehatan tanah (Kumar dan Narula, 1999 dalam Xenia, 2010).
Azotobacter sp. merupakan
bakteri non simbiotik yang mampu
memfiksasi nitrogen dari udara yang dapat ditemukan pada beberapa jenis tanah (Mengel
dan Kirby, 1987 dalam Saraswati et al., 2008). Definisi lain mengatakan Azotobacter sp. adalah bekteri yang
hidup bebas dan tumbuh baik pada media yang bebas nitrogen. Mempertahankan
kesehatan tanah sekaligus produktifitas tanaman dengan inokulasi Azotobacter sp. perlu dilakukan karena
rizobakteri ini berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman melalui
produksi fitohormon yang dapat
dimanfaatkan oleh tanaman. Azotobacter
sp. yang diberikan ke dalam tanah mampu mensintesis substansi yang secara
biologis aktif, seperti vitamin B dan asam-asam
indol asetat (Baon, 1986 dalam
Saraswati et al., 2008). Menurut
Meshran dan Shende (1992), asam indol
asetat mampu meningkatkan permeabilitas sel akar sehingga meningkatkan eksudasi
akar. Peningkatan eksudasi akar merangsang perkecambahan spora atau pertumbuhan
hifa mikoriza ke dalam akar.
Azotobacter sp. merupakan
salah satu rizobakteri yang dikenal sebagai PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) yaitu bakteri yang dapat
merangsang pertumbuhan tanaman karena mampu memfiksasi nitrogen dan memproduksi
fitohormon, antara lain auksin (IAA), sitokinin, dan giberelin
(GA) (Hinderdsah dan Simarmata, 2004). Salah satunya adalah Azotobacter chroococum AC04 mampu
menggunakan berbagai jenis sumber karbon (dari mono sampai polisakarida), asam
organik dari alifatik maupun aromatik asam lemak, etanol, manitol, aseton, dan
beberapa asam organik volatil (Mishustin dan Shilnikova dalam Subba Rao, 1987). Bakteri ini juga memilki potensi untuk
mengekresikan berbagai senyawa eksopolisakarida
(EPS) dan asam organik (Vermani et al.,
1997). Eksopolisakarida dapat berfungsi sebagai biosurfaktan yang dapat
meningkatkan biodegradasi limbah minyak bumi (Iwabuchi et al., 2002) sedangkan asam lemak berfungsi sebagai biosurfaktan
karena merupakan senyawa amfifatik yang memiliki gugus liofobik dan liofilik.
Bakteri ini juga banyak digunakan
sebagai pupuk hayati atau komponen di dalam pupuk organik karena mampu
menfiksasi nitrogen dan memproduksi fitohormon (Hindersah et al., 2000). Selain itu, Azotobacter
sp. pun dapat melarutkan fosfat, menghasilkan bahan antibiotik yang
mengendalikan atau menekan sejumlah bakteri, jamur, dan virus penyakit tanaman
(Taller dan Wong, 1989).
Bacillus sp. berbentuk
batang, membentuk endospora, tidak lebih dari satu dalam satu sel sporangium
Gram positif Kemo-organotrof. Metabolisme dengan respirasi sejati fermentasi
sejati, atau kedua-duanya, yaitu respirasi dan fermentasi. Aerobik sejati atau
anaerobik fakultatif. Umum dijumpai di dalam tanah (Pelczar dan Chan, 2005).
Bacillus merupakan perwakilan dari
bakteri genus Gram-positif yang terdapat di alam (tanah, air dan debu di
udara). Beberapa spesies merupakan flora normal di saluran intestin manusia.
Ketika ditumbuhkan di media blood agar,
menghasilkan Bacillus yang banyak,
menyebar, coloni yang berwarna abu-abu dengan pinggiran yang tidak rata.
Berbentuk tongkat, spora bersifat aerobik. Karakteristik yang unik dari bakteri
ini adalah kemampuan untuk membentuk endospora ketika kondisi lingkungan yang
tertekan. Spora ini dapat bertahan 60 tahun atau lebih pada kondisi lingkungan
yang ekstrim. Spesies Bacillus yang
diketahui menghasilkan spora adalah Clostridium
(www.cehs.siu.edu).
3.2.
VERMIKOMPOS
Vermikompos (vermicompost) dihasilkan dari kemampuan beberapa cacing
tanah dalam mengkonsumsi residu organik seperti limbah rumah tangga, limbah
industri seperti bubur kayu, residu panen seperti sayuran, daun-daunan, dedak
padi, dedak jagung, kotoran ternak, kompos dan sebagainya (Ndegwa et al. 1999;
Palungkun 1999). Selanjutnya Nuryati (2004) menyatakan bahwa vermikompos
berarti campuran kotoran cacing sebagai hasil buangan pencernaan bahan organik
yang berwarna kehitam-hitaman berperan sebagai pupuk penyubur tanah.
Vermikompos dapat meningkatkan hara dalam tanah karena mengandung nitrogen, fosfor , kalium dan
unsur-unsur mikro seperti sulfur, boron,
dan zinc, meningkatkan kapasitas tukar kation.
Vermikompos juga mengandung berbagai hormon tumbuh bagi tanaman seperti auxin, sitokinin, giberellin (Nuryati
2004), menyediakan energi untuk aktivitas mikroorganisme, meningkatkan
porositas tanah, meningkatkan kemampuan mengikat air, menstabilkan struktur
tanah seperti mengurangi pemadatan tanah, meningkatkan infiltrasi, dan
menurunkan pengaruh logam-logam berat (Samosir, 1994).
Selanjutnya dinyatakan juga bahwa bahan organik mengurangi keracunan
kation-kation seperti Al3+ dan Fe3+ pada tanah-tanah
masam dan bereaksi dengan ion-ion racun seperti Cd2+ dan Hg2+
serta kation-kation unsur mikro lain yang berada pada konsentrasi tinggi dan
mengurangi ketersediaannya, juga menyerap banyak air 70-80%. Ini juga
disebabkan karena pori mikro pada agregat-agregat tanah menjadi lebih besar
sehingga menambah kemampuan tanah untuk mengikat air dan mendukung pertumbuhan
akar tanaman (Samosir, 1994). Marinari et al. (1999), menunjukkan bahwa
pada tanaman jagung (Zea mays), penambahan vermikompos dapat
meningkatkan aktivitas enzim-enzim tanah yang menguntungkan seperti asam fosfatase, dehydrogenase dan protease BAA. Aktivitas enzim tersebut
berkorelasi dengan sifat fisik tanah seperti porositas, yaitu meningkatkan pori
makro dari 50-500 μm dan merangsang aktivitas biologi tanah.
Vermikompos merupakan bahan campuran hasil proses pengomposan bahan organik
yang memanfaatkan kegiatan cacing tanah. Apabila kegiatan cacing tanah
dibiarkan dalam waktu beberapa bulan tanpa penambahan bahan organik baru, maka
keseluruhan bahan menjadi kascing. Makin banyak kandungan kascing maka kualitas
vermikompos sebagai sumber hara makin baik (Sutanto, 2002).
Pemberian pupuk kascing (vermikompos) pada tanah dapat memperbaiki sifat
fisik tanah antara lain memperbaiki struktur tanah, porositas, permeabilitas,
meningkatkan kemampuan untuk menahan air. Disamping itu kascing dapat
memperbaiki kimia tanah seperti meningkatkan kemampuan untuk menyerap kation
sebagai sumber hara makro dan mikro, meningkatkan pH pada tanah asam dan
sebagainya (Kartini, 2007).
Kemampuan cacing tanah mengurai bahan organik 3-5 kali lebih cepat
dibandingkan proses pembusukan sampah secara alami. Tanpa cacing, sampah baru
bisa membusuk dalam waktu kurang lebih dua bulan sedangkan jika menggunakan
cacing dalam 2 minggu sudah jadi (Trie, 2006).
Vermikompos yang dihasilkan dan usaha budidaya cacing tanah mencapai
sekitar 70% dari bahan media atau pakan yang diberikan. Misalnya jumlah media
atau pakan yang diberikan selama 40 hari budidaya sebanyak 100 kg maka
vermikompos yang dihasilkan sebanyak 70 kg. Kualitas vermikompos tergantung
pada jenis bahan media atau pakan yang digunakan, jenis cacing tanah dan umur
vermikompos. Vermikompos yang berkualitas baik ditandai dengan warna hitam
kecoklatan hingga hitam, tidak berbau, bertekstur remah dan matang (C/N <
20) (Mashur, 2001).
Penggunaan vermikompos untuk tanaman seperti padi, legum, tebu, sayuran
dengan cara disebar di permukaan tanah. Untuk tanaman yang menggunakan media
pot dengan cara mencampur vermikompos dengan tanah (Sutanto, 2002).
Cacing merupakan tabung pencerna sampah yang sangat efisien. Sampah organik
masuk dari ujung depan dan kotoran yang keluar dari ujung belakangnya merupakan
pupuk yang sangat baik bagi tumbuhan. Cacing sangat menyukai sampah organik
seperti sampah dapur, sampah kebun, kertas, potongan tumbuhan, bubuk teh dan
bubuk kopi bekas serta kotoran ternak (Arisandi, 2002). Umumnya pembuatan
vermikompos menggunakan cacing tanah Pheretima
diffringens dan Lumbricus rubellus
sebagai penghancur bahan organik.
3.3.
PUPUK NPK
Pupuk
majemuk adalah gabungan dari beberapa unsur pupuk tunggal seperti N, P dan K.
Pupuk NPK adalah pupuk majemuk lengkap yang mengandung tiga unsur pupuk yaitu
N, P dan K. Meliputi Nitrophoska
mengandung 15% N, 15% K2O dan 15% P2O5.
Menurut
Hasibuan (2006), hampir semua pupuk majemuk kecuali bila memperoleh perlakuan
tertentu, bertendensi menciptakan residu yang bereaksi masam di dalam tanah.
Hal ini terutama disebabkan oleh pembawa N, bersifat amonia. Pengaruh utama
yang diperlihatkan oleh ion-ion NH4 ialah bila ion-ion
dinitrifikasikan. Bila senyawa amonia dioksidasikan bertendensi menambah
keasaman tanah seperti pada reaksi berikut :
NH4 + 2O2 à 2H+ + NO3- + H2O
Pupuk
urea adalah pupuk kimia yang mengandung nitrogen (N) berkadar tinggi. Unsur
nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman. Pupuk urea
berbentuk butir-butir kristal berwarna putih, dengan rumus kimia NH2
CONH2, merupakan pupuk yang mudah larut dalam air dan sifatnya
sangat mudah menghisap air (higroskopis).
Unsur
hara nitrogen yang dikandung dalam pupuk urea sangat besar kegunaannya bagi
tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan, antara lain: Membuat daun tanaman
lebih hijau segar dan banyak mengandung butir hijau daun (klorofil) yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses
fotosintesis, mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, cabang
dan lain-lain), dan menambah kandungan protein tanaman.
Fosfor
(P) dalam pupuk dinyatakan dalam bentuk oksidanya yaitu P2O5.
Pupuk TSP mengandung 44% P2O5. Fosfor berfungsi untuk
mempercepat pertumbuhan akar semai, memperkuat batang tubuh tanaman,
mempercepat proses pembuangan, pemasakan buah dan biji-bijian serta
meningkatkan produksi buah dan biji-bijian.
Kalium
pada pupuk majemuk (NPK) mempunyai fungsi beragam. Diantaranya adalah membentuk
protein dan karbohidrat, membantu membuka dan menutup stomata, meningkatkan
daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit, memperluas pertumbuhan akar
tanaman, mengatur penggunaan air (efisiensi dalam ketahanan pada masa kekeringan)
dan memperkuat tubuh tanaman supaya daun, bunga dan buah tidak mudah rontok.
3.4.
JAGUNG
3.4.1.
Biologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)
Tanaman jagung (Zea mays L.) dalam sistematika tumbuh-tumbuhan menurut Warsino
(2007) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Monocotyledone
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays L.
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya
diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan
vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Susunan morfologi
tanaman jagung terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah (Wirawan dan
Wahab, 2007).
Perakaran tanaman jagung terdiri dari
4 macam akar, yaitu akar utama, akar cabang, akar lateral dan akar rambut.
Sistem perakaran tersebut berfungsi sebagai alat untuk mengisap air serta
garam-garam mineral yang terdapat dalam tanah, mengeluarkan zat organik serta
senyawa yang tidak diperlukan dan alat pernaapasan. Akar jagung termasuk dalam
akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 meter meskipun sebagian besar
berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian
bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman (Suprapto, 1999).
Batang jagung tegak dan mudah telihat
sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Batang
tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah ruas bervariasi antara 10 - 40 ruas.
Tanaman jagung umumnya tidak bercabang. Panjang batang jagung umumnya berkisar
antara 60 - 300 cm, tergantung tipe jagung. Batang jagung cukup kokoh namun
tidak banyak mengandung lignin (Rukmana, 1997).
Daun jagung adalah daun sempurna.
Bentuknya memanjang, antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu
tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada pula yang berambut. Setiap
stoma dikelilinggi oleh sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini
berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun
(Wirawan dan Wahab, 2007).
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga
betina yang terpisah (diklin) dalam
satu tanaman (monoecious). Tiap
kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku poaceae, yang disebut
floret. Bunga jantan tumbuh dibagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna
kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol yang tumbuh
diantara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat
menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga (Suprapto,
1999).
Buah jagung terdiri dari tongkol, biji
dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai bentuk, warna dan kandungan
endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Umumnya buah jagung
tersusun dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan
berjumlah antara 8-20 baris biji (AAK, 2006).
3.4.2. Syarat Tumbuh
a.
Iklim
Suhu
optimum tanaman jagung adalah antara 210C-300C. Akan
tetapi, untuk pertumbuhan yang baik bagi tanaman jagung khususnya jagung
hibrida, suhu optimumnya adalah 230C-270C. Suhu yang
terlalu tinggi dan kelembaban yang rendah dapat mengganggu proses persarian.
Jagung hibrida memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan, terutama saat
berbunga dan pengisian biji. Curah hujan normal untuk pertumbuhan tanaman
jagung adalah sekitar 2000 mm/tahun (Warsino, 2007).
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian
besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga beriklim
subtropis/ tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak
antara 00-500 LU hingga 00-400 LS.
Jagung bisa ditanam di daerah dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang
memiliki ketinggian tempat antara 1000-1800 meter dari permukaan laut. Jagung
yang ditanam di dataran rendah di bawah 800 meter dari permukaan laut dapat
berproduksi dengan baik (AAK, 2006).
b.
Tanah
Kompos
yang banyak mengandung mikroorganisme (fungi,
aktinomisetes, bakteri dan alga).
Dengan ditambahkannya kompos ke dalam tanah tidak hanya jutaan mikroorganisme
yang ditambahkan, akan tetapi mikroorganisme yang ada dalam tanah juga terpacu
untuk berkembang. Proses dekomposisi lanjut oleh mikroorganisme akan tetap
terus berlangsung tetapi tidak mengganggu tanaman. Gas CO2 yang
dihasilkan mikroorganisme tanah akan dipergunakan untuk fotosintesis tanaman,
sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih cepat. Amonifikasi, nitrifikasi dan fiksasi
nitrogen juga meningkat karena pemberian bahan organik sebagai sumber karbon
yang terkandung di dalam kompos. Aktivitas berbagai mikroorganisme di dalam
kompos menghasilkan hormon-hormon pertumbuhan, misalnya auksin, giberelin dan sitokonin
yang memacu pertumbuhan dan perkembangan akar-akar rambut sehingga daerah
pencarian makanan lebih luas.
Tanah dapat didefinisikan sebagai
medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan
organik dan mikroorganisme hidup. Apabila pelapukan fisik batuan disebabkan
oleh perubahan temperatur dan dekomposisi kimia hasilnya memberikan sumbangan
yang cukup banyak dalam pembentukan tanah, kegiatan biologis seperti
pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba dalam tanah berperan dalam membentuk
tekstur dan kesuburannya (Rao, 1994). Ukuran partikel bahan organik, ciri-ciri
dan jumlah mikroorganisme yang terlibat, sejauh mana ketersediaan C, N, P dan
K. Kandungan kelembapan tanah, pH, dan aerasinya, adanya senyawa-senyawa
penghambat dan sebagainya merupakan faktor utama yang mempengaruhi laju
dekomposisi bahan organik (Rao, 1994).
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman
jagung harus mempunyai kandungan hara yang cukup. Jagung tidak memerlukan
persyaratan tanah yang khusus, hampir berbagai macam tanah dapat diusahakan
untuk pertanaman jagung. Tanah yang gembur, subur dan kaya akan humus dapat
memberi hasil yang baik. Drainase dan
aerasi yang baik serta pengelolaan
yang bagus akan membantu keberhasilan usaha pertanaman jagung. Jenis tanah yang
dapat ditanami jagung adalah tanah andosol,
tanah latosol, tanah grumosol dan tanah berpasir (AAK, 2006).
Derajat
keasaman tanah (pH) yamg paling baik untuk tanaman jagung hibrida adalah 5,5-7,0.
Pada pH netral, unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman jagung banyak
tersedia di dalamnya. Tanah-tanah yang pH nya kurang dari 5,5 dianjurkan diberi
pengapuran untuk menaikkan pH (Warisno, 2007).
3.4.3.
Jagung Hibrida Bisi-2 (PT. Benih Inti Subur Intani) ke-2
Jagung
hibrida bisi-2 berdasarkan SK Menteri No : 589/Kpts/TP.240/9/95 karakter dari
jagung ini adalah pertumbuhan tanaman tegak, seragam dan tahan roboh. Tanaman
jagung ini juga tahan terhadap serangan penyakit bulai, karat daun dan bercak
daun. Dapat menghasilkan dua tongkol pertanaman yang sama besar. Rendemen
sangat tinggi yaitu 83%, karena memiliki ukuran janggel kecil, dengan tongkol
besar dan silindris. Tongkol tertutup rapat sehingga serangan busuk buah
berkurang. Populasi tanaman sekitar 62.000 per hektar. Kebutuhan benih sekitar
15 kg per hektar. Dapat dipanen umur 103 hari setelah tanam dan berpotensi
hasil 13 ton per hektar pipil kering.
BAB III
METODOLOGI
4.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKL
Praktek Kerja
Lapangan ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012, Laboratorium Kebumian dan Lingkungan,
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) Pasar Jumat, Jakarta Selatan.
4.2. Alat dan Bahan
Peralatan yang
digunakan dalam praktek ini adalah timbangan analitik, sendok, kertas label,
plastik sampel, polibag, baki, penggaris, meteran, pisau, spidol, oven, kaliper
(jangka sorong), data sheet dan
pensil. Sedangkan bahan yang digunakan adalah biji jagung hibrida bisi-2,
vermikompos, compoStar, tanah, pupuk NPK
(Urea, KCl dan SP-36) serta air.
4.3.
Prosedur Kerja
Pelaksanaan
praktek ini secara garis besar terdiri atas dua tahap, yaitu pembuatan bio-kompos dengan dosis pengenceran compoStar yang sudah ditentukan dan
diinokulasi selama 24 jam. Kedua adalah uji coba penggunaan bio-kompos dengan penerapan pupuk
terhadap tanaman jagung. Tahapan kerja dari percobaan ini adalah:
4.3.1. Pembuatan
Bio-Kompos dengan Berbagai Konsentasi dan Dosis Tertentu
Tahapan awal yang dilakukan adalah
pembuatan bio-kompos, yaitu tersusun
dari compoStar dan Vermikompos (VC). compoStar di-shakker selama 30 menit lalu dibuat bio-kompos dengan perbandingan:
·
Bio-kompos-A
(compoStar + VC = 1:10 ; 500 kg/ha)
Komposisi:
400 mL compoStar dicampur dengan 4 kg Vermikompos
·
Bio-kompos-B (compoStar
+ VC = 1:100 ; 500 kg/ha)
Komposisi:
200 mL compoStar dicampur dengan 2 kg Vermikompos
·
Bio-kompos-C
(compoStar + VC = 1:1000 ; 500 kg/ha)
Komposisi:
100 mL compoStar dicampur dengan 1 kg Vermikompos
4.3.2. Penimbangan
Bio-Kompos Berdasarkan Dosis Aplikasi dan Perlakuan
Bio-kompos yang sudah diinokulasi
selama 24 jam kemudian ditimbang untuk 4 perlakuan pada masing-masing dosis,
yaitu:
No.
|
Kode
|
Perlakuan
|
1.
|
K-105
|
50% NPK + VC
|
2.
|
P-121
|
50% NPK + Bio-kompos-A (compoStar + VC 1:10)
|
3.
|
P-122
|
50% NPK + Bio-kompos-B (compoStar + VC 1:100)
|
4.
|
P-123
|
50% NPK + Bio-kompos-C (compoStar + VC 1:1000)
|
Tabel
1. Dosis dan Perlakuan
Dosis aplikasi : Bio-kompos 500 kg/ha. Pada masing-masing perlakuan ditimbang bio-kompos sebanyak 40 gram, kemudian
dibagi 4 pada tiap perlakuan sehingga 1 pot 10 gram bio-kompos.
4.3.3. Aplikasi
Bio-Kompos pada Penanaman Biji Jagung
Setelah pembuatan dan pembagian bio-kompos pada setiap perlakuan,
dilakukan penanaman biji jagung. Benih jagung yang digunakan adalah jagung
hibrida bisi-2. Setiap perlakuan ada 4 kali pengulangan (4 pot), dan setiap
pengulangan/ pot ditanam 3 biji jagung.
K-105
|
P-121
|
P-122
|
P-123
|
K-105 a
|
P-121
a
|
P-122
a
|
P-123
a
|
K-105 b
|
P-121
b
|
P-122
b
|
P-123
b
|
K-105 c
|
P-121
c
|
P-122
c
|
P-123
c
|
K-105 d
|
P-121
d
|
P-122
d
|
P-123
d
|
Tabel 2. Kode Perlakuan Tanaman Jagung
4.3.4. Penjarangan
dan Pemberian Pupuk NPK Majemuk pada Tanaman
Setelah 7 hari penanaman biji jagung,
dilakukan penjarangan tanaman dengan memilih tanaman yang tumbuhnya paling baik
pada satu pot perlakuan. Serta menghilangkan hama dan tanaman pengganggu yang
dapat menghambat tumbuhnya tanaman jagung. Setelah penjarangan diberi pupuk NPK
majemuk dengan perbandingan komposisi: urea 8 gram, KCl 4 gram dan SP-36
sebanyak 4 gram.
4.3.5. Pengamatan dan
Pengukuran Pertumbuhan Tanaman Jagung
Pengamatan tanaman jagung dan
pengukuran fisik tanaman jagung dilakukan selama 28 hari. Pengukuran dilakukan
setiap satu minggu sekali yaitu pada hari ke 7, 14, 21 dan 28.
4.3.6. Panen Biomassa
Tanaman
Pada umur tanaman jagung 28 hari,
dilakukan pengukuran kemudian setelah itu dilakukan panen biomassa tanaman
jagung dengan pengukuran tinggi tanaman, lebar daun, panjang akar, pengukuran
bobot basah akar dan kering akar, serta bobot kering dan bobot basah biomassa
tanaman.
a.
Berat Basah Tanaman Jagung
Dilakukan panen tanaman atau biomassa
dari daun, batang dan akar. Kemudian seluruh bagian tanaman dipotong-potong dan
ditimbang untuk mengetahui bobot basah tanaman jagung.
b.
Berat Kering Tanaman Jagung
Setelah tanaman
jagung ditimbang untuk mengetahui berat basah, tanaman jagung kemudian di oven
atau dikeringkan untuk memperoleh abu tanaman dan kemudian di timbang sehingga
diperoleh berat kering tanaman jagung.
4.4. Analisis Data
Dari data yang diperoleh akan diolah
dengan SPSS versi 20 One Way Anova
dengan sistem random acak serta Uji Duncan dan microsoft Excel 2010.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. HASIL
Indikator
pertumbuhan yang diamati dalam percobaan ini adalah tinggi tanaman, lebar daun,
diameter batang, panjang akar, berat basah dan berat kering tanaman jagung.
Hasil pertumbuhan tanaman jagung hibrida bisi-2 dapat dilihat pada grafik 1
sebagai berikut:
Grafik 1. Pertumbuhan Tanaman Jagung.
Berdasarkan grafik di atas menunjukkan
bahwa kontrol tumbuh lebih baik 97,85 cm daripada perlakuan terutama kode P-121
yaitu 62,4 cm. Namun pada perlakuan P-122 dan P-123 pertumbuhan tanaman
menunjukkan angka yang baik yaitu dibawah kontrol. Penggunaan biokompos dengan konsentrasi 1:10
menunjukkan pertumbuhan kurang optimal daripada tanaman yang hanya diberi pupuk
vermikompos. Perlakuan P-122 dan P-123 yang diberi konsentrasi biokompos 1:100 dan 1:1000 menunjukkan
pertumbuhan yang baik, walaupun masih dibawah kontrol. Sehingga terlihat bahwa
pertumbuhan optimum ada di perlakuan kontrol K-105.
Lebar daun tanaman jagung yang diamati
hasilnya adalah sebagai berikut:
Grafik 2. Lebar Daun Tanaman Jagung
Berdasarkan pengukuran lebar daun
tanaman jagung selama 28 hari pengamatan menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman
jagung pada kode perlakuan K-105 paling optimal, sebanding dengan pertumbuhan
tanaman (tinggi tanaman) yang diukur. Grafik 2 menunjukkan K-105 mempunyai
lebar daun yang paling tinggi diantara perlakuan lainnya yaitu 7,2 cm.
Parameter tanaman jagung lainnya yang
diukur adalah diameter batang. Hasil pengukuran disajikan dalam bentuk grafik
3., sebagai berikut:
Grafik 3. Diameter Batang Tanaman Jagung
Diameter
batang tanaman jagung pada umur 21 hari bervariasi, pada perlakuan K-105 diameter
batang mencapai 1,1 cm lebih tinggi daripada perlakuan lainnya. Sedangkan pada
hari ke-28, diameter tanaman jagung di perlakuan K-105, P-122 dan P-123
menunjukkan sama, yaitu 1,7 cm dan P-121 (0,6 cm).
Panjang
akar tanaman jagung yang diukur pada hari ke-28 menunjukkan hasi sebagai
berikut:
Grafik 4. Panjang Akar Tanaman Jagung Umur 28 Hari
Akar
tanaman jagung umur 28 hari (Grafik 4) menunjukkan hasil yang sebanding dengan
hasil pengukuran diameter batang. Hasil tertinggi ditunjukkan pada perlakuan
K-105 yaitu 125,025 cm. Dan terendah P-121 (65,925 cm). Berarti panjang akar
tanaman jagung sebanding dengan tinggi tanaman, sehingga bisa dijadikan
indikator apabila tanaman jagung tumbuh baik dan optimum, maka akar tanaman
juga tumbuh dengan baik karena penyerapan unsur hara dan mineral baik serta
media tanaman (tanah) mendukung untuk tumbuh dengan baik.
Setelah pemanenan biomassa tanaman
(daun, batang dan akar) maka dilakukan penimbangan berat basah dan berat kering
tanaman dengan hasil pada grafik 5 sebagai berikut:
Grafik 5. Berat Basah dan Berat Kering Tanaman
Jagung
Hasil
penimbangan berat basah dan berat kering tanaman jagung menunjukkan sebanding.
Pada perlakuan K-105 berat basahnya 155,6 gram dan berat kering 24,44 gram
adalah berat tertinggi diantara perlakuan yang lain. Sedangkan nilai terkecil
ada pada perlakuan P-121 dengan berat basah 78,7 gram dan berat kering 12,32
gram.
Berdasarkan hasil uji Homogenitas yang
dilakukan dengan uji Duncan yang ditampilkan dalam Tabel 1. Tabel tinggi tanaman
jagung menunjukkan bahwa indikator yang diamati bersifat homogen dari minggu
kedua sampai minggu ke-4 pada setiap perlakuan. Namun heterogen pada minggu 1
karena masa pertumbuhan kecambah. Pada lebar daun tanaman jagung, menunjukkan
indikator bersifat homogen pada setiap perlakuan hingga hari ke-21 pengamatan
dan heterogen pada minggu ke-4 pada perlakuan P-121, P-122 dan P-123, namun
homogen pada kontrol.
Tabel 3. Tabel Analisi Uji Duncan Tinggi Tanaman dan Lebar Daun
No
|
Kode
|
Tinggi tanaman hari ke
|
Lebar daun hari ke
|
||||||
7
|
14
|
21
|
28
|
7
|
14
|
21
|
28
|
||
1
|
K 105
|
12,77b
|
34,67a
|
69,37a
|
98,77a
|
1,55a
|
2,29a
|
4,97a
|
7,22b
|
2
|
P 121
|
7,82a
|
20,075a
|
39,05a
|
62,42a
|
1,47a
|
1,44a
|
2,92a
|
4,275a
|
3
|
P 122
|
11,2ab
|
33,2a
|
64,8a
|
97,65a
|
1,45a
|
2,21a
|
3,95a
|
6,75ab
|
4
|
P 123
|
8,87ab
|
27,6a
|
62,0a
|
91,4a
|
1,35a
|
1,8a
|
4,05a
|
6,7ab
|
Perbedaan itu menunjukan bahwa pada
konsentrasi vermikompos yang lebih besar dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
jagung pada minggu pertama, namun tidak menimbulkan perbedaan pada hari-hari
berikutnya. Perlakuan dengan penggunaan vermikompos yang diperkaya kompoStar
tidak memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman jagung yang diuji.
Sementara Uji Homogenitas yang
dilakukan pada indikator lainnya dapat dilihat pada Tabel 2. di bawah ini.
Tabel 4. Tabel Analisis Uji Duncan Diameter Batang,
Panjang Akar, Berat Basah, dan Berat Kering
No
|
Kode
|
Diameter batang
|
PA
|
BB
|
BK
|
|
21
|
28
|
|||||
1
|
K 105
|
1,085a
|
1,725a
|
125,025b
|
155,60a
|
24,44a
|
2
|
P 121
|
0,59a
|
1,05a
|
65,925a
|
78,68a
|
12,32a
|
3
|
P 122
|
1,02a
|
1,7a
|
113,3b
|
143,03a
|
22,89a
|
4
|
P 123
|
0,99a
|
1,71a
|
114,35b
|
136,02a
|
21,01a
|
Data
di atas menunjukkan bahwa hasil uji Homogenitas pada diameter batang, diameter
batang, berat basah dan berat kering bersifat homogen pada setiap perlakuan
yang dilakukan. Data berat kering tanaman juga menunjukkan bahwa pada pemberian
vermikompos yang diperkaya compoStar kurang membantu penyerapan unsur hara ke
dalam tubuh tanaman.
Aplikasi kompos yang telah diperkaya
dengan biofertilizer yang telah teruji keunggulannya dalam penyediaan hara (N,
P, dan K) dan penghasil fitohormon
akan lebih berdaya guna dalam peningkatan produktivitas tanaman (Santosa,
2011). Selain itu, Azotobacter sp.
dan Bacillus sp. yang digunakan dalam
percobaan ini diketahui mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah
dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Kennedy, 2005 dalam Yasyifun, 2008).
Hasil
homogen yang didapatkan pada percobaan kali ini kemungkinan besar dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan inilah yang kemungkinan menyebabkan
bakteri dalam campuran pupuk tidak bisa tumbuh dan bekerja secara optimal.
Kondisi tanah yang kering dan keras diduga menghambat pertumbuhan Azotobacter sp. karena diketahui bahwa
bakteri ini hidup pada tanah yang basah
dengan lingkungan netral (Dwijoseputro, 2005). Selain itu, pertumbuhan bakteri
pelarut fosfat optimum pada pH netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya
pH tanah. Pada tanah masam aktivitas mikroorganisme akan didominasi oleh
kelompok fungi sebab pertumbuhan fungi optimum pada pH 5-5,5 dan akan menurun
siring kenaikan pH tanah (Ginting, 2006).
Oleh
karena itu diperlukan penyesuaian kondisi tanah dan lingkungan sekitarnya untuk
membantu mikroorganisme dalam membantu pertumbuhan jagung secara optimal baik
dari kesesuaian lingkungan bagi mikroorganisme (kondisis tanah) maupun
lingkungan bagi tanaman jagung itu sendiri (bebas hama dan penyakit tumbuhan).
5.2. PEMBAHASAN
Kelompok perlakuan dibuat untuk
mengukur perbedaan antar perlakuan menggunakan perlakuan yang sama. Rancangan
ini digunakan umtuk kondisi lingkungan, alat, bahan dan media yang homogen. Hal
yang dilakukan dalam percobaan ini adalah membandingkan pertumbuhan jagung yang
menggunakan pupuk vermikompos dengan pupuk bio-kompos
dengan konsentrasi yang berbeda.
Bio-kompos yang digunakan
adalah pupuk dengan konsentrasi compoStar yang berbeda. Bio-kompos-A merupakan campuran antara vermikompos 4 kg dan
compoStar 400 mL sehingga diperoleh perbandingan 1:10. Bio-kompos-B (1:100) adalah campuran vermikompos 2 kg dan 200
compoStar. Serta Bio-kompos-C
(1:1000) merupakan campuran vermikompos sebanyak 1 kg dan 100 mL compoStar.
Mikroorganisme yang ada dalam bio-kompos yang digunakan mengandung beberapa genus diantaranya Sacharomyces sp. sebagai agen pengurai
pada proses dekomposisi, Bacillus circulans yang berperan sebagai bakteri
pelarut fosfat dan Azotobacter sp
yang berperan sebagai bakteri penambat nitrogen. Bakteri pelarut fosfat (BPF)
merupakan bakteri tanah yang bersifat non patogen dan termasuk dalam katagori
bakteri pemacu pertumbuhan tanaman. Bakteri tersebut menghasilkan vitamin dan
fitohormon yang dapat memperbaiki pertumbuhan akar tanaman dan meningkatkan
serapan hara (Glick, 1995 dalam
Widawati,2005). Bakteri tersebut berperan juga dalam transfer energi,
penyusunan protein, koenzim, asam nukleat dan senyawa-senyawa metabolik lainnya
yang dapat menambah aktivitas penyerapan P pada tumbuhan yang kekurangan P
(Rao, 1994, dalam Widawati, 2005).
Azotobacter sp. yang digunakan dalam
campuran termasuk ke dalam kelompok bakteri penambat nitrogen non-simbiotik.
Bakteri penambat nitrogen non-simbiotik adalah bakteri penambat nitrogen yang
umumnya tumbuh baik di sekitar tanaman non-leguminosa dan membantu tanaman
tersebut dalam penyerapan nitrogen (Widawati, 2010). Dengan kata lain kedua
jenis bakteri tersebut berperan sebagai biofertilizer yang membantu pertumbuhan
tanaman.
Unsur N pada tanaman merupakan unsur
penyusun asam amino, asam nukleat, dan klorofil yang mempercepat pertumbuhan
(pertumbuhan tinggi dan jumlah daun) dan meningkatkan ukuran
daun. Azotobacter merupakan bakteri
fiksasi N2 yang mampu menghasilkan substansi zat pemacu tumbuh giberelin, sitokinin, dan asam indol
asetat, sehingga dapat memacu pertumbuhan akar (Alexander, 1977 dalam Saraswati, 2008). Hara P
meningkatkan pertumbuhan vegetatif diantaranya tinggi tanaman, jumlah anakan,
jumlah daun dan indeks luas daun (ILD). Pertumbuhan
vegetatif yang baik pada umumnya akan diikuti oleh pertumbuhan generatif yang
baik dan peningkatan komponen hasil (Ciptadi, 2009).
Tinggi tanaman jagung dipengaruhi oleh
pemberian vermikompos yang dikombinasikan dengan pupuk NPK. Tanaman yang diberi
pupuk organik / kompos saja menunjukkan pertumbuhan yang subur dan lebih
seragam dibandingkan dengan tanaman jagung yang diberi perlakuan yaitu bio-kompos. Tanaman jagung kontrol K-105
pertumbuhannya subur dengan penampilan tubuh jagung yang sehat, seperti batang
kuat dan tebal, daun lebar dan berwarna hijau segar. Tanaman jagung yang diberi
dosis bio-kompos 1:10 ada satu
tanaman jagung mati dari umur 7 hari. Hal ini disebabkan akar tanaman jagung
tersebut tidak sepenuhnya berada dalam tanah sehingga tanaman rubuh dan mati.
Pertumbuhan
tanaman jagung yang sudah diberi pupuk tidak selamanya dapat tumbuh dengan baik
atau sesuai harapan. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
pemberian dosis pupuk, tingkat kesuburan tanah dan kualitas biji jagung. Tanah
yang mempunyai tekstur keras atau tandus, memerlukan pupuk kompos lebih banyak,
karena untuk menggemburkan tanah dan mengembalikan unsur mineral dalam tanah. Setelah gembur
maka dapat dijadikan media tanam yang baik dan biji jagung dapat tumbuh subur.
Pemberian pupuk yang berlebihan juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Dosis
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan biji tidak berkecambah karena busuk atau
jika tumbuh tanaman tidak sempurna. Ini disebabkan pupuk dapat meningkatkan
suhu tanah menjadi lebih tinggi karena mikroorganisme di pupuk masih dalam
proses penguraian (dekomposisi).
Pembuatan
bio-kompos dilakukan dengan pemberian
compoStar dengan dosis yang berbeda. Bertujuan untuk mengetahui perbedaan
pertumbuhan tanaman jagung terutama tampilan tanaman terhadap pemberian bio-kompos. Tampilan tanaman jagung yang
diamati adalah lebar daun, diameter batang, panjang akar dan tinggi tanaman.
Selain itu juga dilakukan penimbangan berat basah dan berat kering tanaman
untuk mengetahui kandungan air dan hara yang ada pada tanaman.
Tanah
yang dijadikan media tanam tanaman jagung diberi pupuk kompos atau dicampur
dengan pupuk kompos bertujuan untuk membantu tanah dalam mengembalikan kondisi
subur, karena tanah yang digunakan mempunyai tekstur yang keras. Diharapkan
dari pemberian pupuk kompos sebelum ditanami biji jagung dapat kembali gembur.
Hal ini disebabkan sebelumnya telah dilakukan penanaman, namun karena tanah
belum dicampur dengan kompos, biji jagung tumbuh lambat dan kurus. Bahkan
sebagian besar biji tidak dapat tumbuh karena tanah yang terlalu keras.
Disamping itu, faktor lingkungan seperti cuaca yang sangat terik dan tidak
turun hujan membuat biji jagung sulit berkecambah karena kekurangan air dan
suhu yang terlalu ekstrim. Biji jagung membutuhkan air dan kondisi lingkungan
dengan kelembaban tinggi untuk dapat berkecambah. Selain itu biji juga
membutuhkan cahaya matahari efektif.
Penanaman
biji jagung setiap pot diberi 3 biji. Tanaman jagung berumur 7 hari dilakukan
penjarangan, yaitu membersihkan pot dari rumput dan gulma lainnya. Selain itu
biji jagung yang tumbuh dipilih salah satu yang paling bagus dan yang lainnya
dicabut. Pemilihan tanaman jagung tersebut bertujuan untuk mendapatkan tanaman
dengan kondisi fisik yang bagus sehingga diharapkan selama pengamatan diperoleh
tanaman jagung yang optimal pertumbuhannya.
Pemberian
pupuk NPK dilakukan setelah penjarangan atau umur tanaman 7 hari. Pupuk NPK
diberikan dengan tujuan untuk menambah kandungan mineral dalam tanah yang dapat
menunjang pertumbuhan tanaman jagung agar optimal. Percobaan ini dilakukan
pemberian dosis pupuk NPK diberikan secara seragam (dosis sama) bertujuan untuk
mengetahui perbedaan pertumbuhan tanaman jagung yang diberi dosis bio-kompos berbeda dengan tanaman jagung
yang hanya diberi vermikompos saja. Sehingga diketahui dosis efektif pupuk bio-kompos untuk pertumbuhan tanaman
jagung.
Pengamatan dan pengambilan data
pertumbuhan tanaman dilakukan setiap satu minggu sekali yaitu umur 7 hari, 14
hari, 21 hari dan 28 hari bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan tanaman.
Setelah dilakukan pengamatan selama 28 hari (4 minggu) maka tanaman jagung
dipanen untuk mengetahui berat basah dan berat kering tanaman jagung. Pada
pemanenan tanaman jagung dilakukan dengan pengambilan seluruh bagian tubuh
tanaman jagung yaitu akar, batang dan daun. Dalam proses pemanenan, pot yang
digunakan disobek kemudian tanah media digemburkan sehingga akar tanaman tidak
putus. Setelah dibersihkan dari tanah dilakukan pengukuran panjang akar tanaman
jagung.
Berat
basah tanaman jagung diukur dengan menggunakan timbangan analitik. Sebelum
dilakukan penimbangan, tanaman jagung dipotong-potong dalam ukuran kecil untuk
memudahkan dalam penimbangan. Penimbangan berat basah tanaman dilakukan untuk
mengetahui berat total tanaman atau kandungan air yang ada pada tanaman.
Berat
kering tanaman jagung dapat diketahui dengan melakukan pengeringan tanaman.
Tanaman jagung yang sudah ditimbang berat basahnya, dimasukkan kedalam oven
untuk dikeringkan. Pengovenan dilakukan selama 4 jam hingga tanaman kering.
Setelah kering dan didinginkan, tanaman ditimbang dengan timbangan analitik.
Bertujuan untuk mengetahui berat kering tanaman. Nilai berat basah dan berat
kering yang sudah diperoleh kemudian dikurangkan sehingga diperoleh nilai
selisihnya. Nilai selisih tersebut menunjukkan kandungan air tanaman jagung.
Sehingga berat kering tanaman menunjukkan berat atau kandungan serat tanaman
jagung.
Hasil pengamatan dapat dilihat bahwa
tanaman jagung yang diberi vermikompos dan diberi bio-kompos terdapat perbedaan. Perbedaan yang pertama adalah laju
pertumbuhan tanaman jagung. Laju pertumbuhan tanaman jagung pada percobaan,
menunjukkan pada minggu pertama rata-rata tinggi tanaman adalah 10,2 cm. Minggu
ke-2 28,9 cm, minggu ke-3 58,8 cm dan minggu ke-4 85,96 cm. Dari data diatas
menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman jagung meningkat berbanding lurus dengan
pertambahan umur tanaman. Pertumbuhan tanaman jagung juga diiringi dengan
pertambahan diameter batang semakin lebar.
Setelah
dilakukan percobaan dan pengamatan, secara kualitatif terdapat perbedaan pada
perlakuan kontrol yang diberi vermikompos dengan yang diberi bio-kompos. Tanaman
perlakuan dengan kode K-105 tumbuh lebih tinggi, subur berbatang lebar begitu
juga dengan daunnya. Namun pada tanaman P-121 tumbuh lebih lama dan ukutan
batang serta daun juga lebih kecil. Gejala tersebut disebabkan oleh kekahatan
tanah serta kandungan pupuk organik yang kurang. Hal tersebut bisa dipengaruhi
oleh tingkat ketandusan tanah yang dijadikan media. Semakin tandus tanah, maka
semakin membutuhkan waktu untuk mengembalikan kondisi tanah menjadi subur
kembali.
Kematangan
kompos pada bio-kompos yang diberikan
juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung. Vermikompos yang ditambahkan
compoStar membutuhkan waktu untuk proses dekomposisi selama 5-7 hari. Pada
proses dekomposisi ini terjadi reaksi penguraian dari unsur makro menjadi mikro
sehingga terjadi pengikatan unsur mineral yang ada di vermikompos dan
peningkatan suhu. Unsur hara dan mineral pada vermikompos yang seharusnya
digunakan untuk pertumbuhan perkecambahan biji jagung, dipakai oleh
mikroorganisme dari bio-kompos untuk
mematangkan proses dekomposisi. Sehingga pertumbuhan tanaman jagung terganggu
dan berdampak pada penampilan tanaman jagung perlakuan bio-kompos lebih kecil daripada perlakuan kontrol (K-105).
Persaingan
penggunaan unsur hara dari vermikompos oleh mikroorganisme bio-kompos dan tanah terjadi nyata pada perlakuan P-121 dengan
pengenceran kompoStar 1:10. Menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi
kompoStar maka semakin besar pula persaingan intraspesifik antara
mikroorganisme akar dan tanah. Persaingan penggunaan unsur hara ini disebabkan
oleh proses dekomposisi yang terjadi di bio-kompos
belum selesai karena masih pada tahap awal mesofilik.
Bakteri akan mengikat unsur hara untuk
keperluannya mematangkan kompos dan membentuk suasana asam. Disini terjadi
kenaikan suhu, sehingga tidak sesuai untuk proses perkecambahan biji jagung.
Sehingga pertumbuhan jagung terhambat karena kondisi yang tidak sesuai untuk
berkecambah.
Pada
konsentrasi pengenceran kompoStar 1: 100 dan 1:1000 pertumbuhan tanaman jagung
bagus. Hal tersebut disebabkan persaingan penggunaan unsur hara vermikompos
oleh mokroorganisme dari compoStar tidak setinggi pada konsentrasi 1:10
sehingga biji jagung masih bisa tetap berkecambah dengan baik.
Proses
pengomposan terdiri atas tiga tahapan dalam kaitannya dengan suhu, yaitu
mesofilik, termofilik, dan pendinginan. Tahap awal mesofilik, suhu proses naik
ke sekitar 400C karena adanya fungi dan bakteri pembentuk asam. Suhu
proses akan terus naik ke tahap termofilik antara 40-700C, bakteri
termofilik Actinomicetes dan fungi
termophilik. Pada kisaran suhu termofilik, proses degradasi dan stabilisasi
akan berlangsung secara maksimal. Pada tahapan pendinginan terjadi penurunan
aktivitas mikroba, penggantian mikroba termofilik dengan bakteria dan fungi
mesofilik. Selama tahapan pendinginan, proses penguapan air dari meterial yang
telah dikomposkan akan masih terus berlangsung, demikian pula stabilisasi pH
dan penyempurnaan pembentukan asam humat ( http://www.std.ryu.titech.ac.jp ). Bahan akhir yang terbentuk bersifat stabil dan merupakan sumber pupuk
organik (Saraswati et al., 2006).
Gambar 2. Perubahan Suhu dan Jumlah Mikroorganisme
selama Pengomposan
Proses
dekomposisi yang belum sempurna bakteri mesofilik akan menggunakan oksigen dan
senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi untuk proses pemecahan selulosa atau
penguraian bahan organik. Proses tersebut akan diiringi dengan peningkatan suhu
500C-700C dari 5-7 hari, dan mikroba yang aktif adalah
mikroba yang bertahap pada suhu tinggi yaitu termofilik. Selama proses tersebut
terjadi penguraian bahan organik yang menggunakan oksigen menjadi CO2,
uap air dan panas. Penurunan suhu akan berangsur terjadi seiring setelah
sebagian besar bahan organik terurai dan terbentuk komplek liat humus. Liat
humus ini digunakan tanah untuk memperbaiki kondisi tanah dan membantu biji
untuk berkecambah dan tumbuh. Pemakaian kompos yang belum matang mengakibatkan
proses dekomposisi masih berlangsung dimedia tanam, sehingga terjadi kompetisi
penggunaan nutrisi antara isolat mikroorganisme kompoStar dengan mikroba yang
ada di tanah mengakibatkan biji sulit berkecambah dan tumbuh dengan baik.
Rasio
C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1.
Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk
sintesis protein. Selain itu sebagian besar mikrobiologi bakteri menyerap nitrogen
sebagai sumber energi untuk melakukan dekomposisi bahan organik (Cristianto,
2005 dalam Hastomo, 2008).
Dekomposisi yang belum matang atau sempurna
sehingga ukuran partikel masih besar dan harus dipecah menjadi mikro agar dapat
diserap oleh tanaman. Kondisi aerob sangat mendukung untuk terjadi proses
dekomposisi lebih cepat. Aktivitas mikroba selama penguraian menghasilkan panas
(penggunaan oksigen dan peningkatan suhu). Temperatur yang berkisar antara 30o-60oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC
akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi
juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma. pH
saat awal pengomposan akan meningkat karena produksi amonia dari senyawa yang
mengandung nitrogen. Mikroba akan menggunakan unsur P dan K selama proses
dekomposisi.
Mikroorganisme
yang digunakan dalam isolat compoStar dan yang terkandung dalam vermikompos
antara lain: mikroba penambat nitrogen : Azotobacter
sp., Azosprilium sp., Rhizobium sp., dll; mikroba pelarut P
dan K : Aspergillus sp., Aeromonas sp.; mikroba agensia hayati : Metharhizium sp., Trichoderma sp.; mikroba perangsang pertumbuhan tanaman : Trichoderma sp., Pseudomonas sp., Azosprilium
sp. mikroba-mikroba tersebut akan bekerja sesuai dengan fungsinya. Namun jika
proses dekomposisi/ fermentasi belum sempurna, bakteri tersebut dapat berbahaya
bagi tanaman, seperti menyebabkan kebusukan dan kematian tanaman.
Bio-kompos padat atau
pencampuran isolat mikroorganisme compoStar dengan vermikompos adalah dari
materi padat ke padat (tidak dalam bentuk cair). Kelemahan dari pencampuran materi
padat dengan padat adalah isolat tidak terdistribusi dengan baik (tidak merata)
akibatnya isolat ada yang hanya terkonsentrasi pada satu tanaman atau satu
perlakuan saja.
Pertanian
yang menerapkan teknologi serasi dengan kelestarian lingkungan, ditujukan untuk
optimalisasi pemanfaatan sumber daya pertanian, guna memperoleh hasil panen
optimal yang aman dan berkelanjutan. (Sumarno et al., 2007 dalam
Saraswati, 2008). Pengelolaan tanah yang
berkelanjutan adalah upaya pemanfaatan
dengan meningkatkan kualitas tanah,
serta memperbaiki karakteristik lingkungan sehingga kerusakan
tanah dapat ditekan seminimal mungkin sampai batas toleransi, sehingga
sumberdaya tersebut dapat dipergunakan secara lestari dan diwariskan kepada
generasi yang akan datang. Penggunaan pupuk organik yang dibantu dengan agen
hayati seperti mikroorganisme berguna (effective
microorganism) yang tepat dan benar, sangat mendukung tujuan pelestarian
lingkungan pertanian secara berkelanjutan.
BAB V
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kerja yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
a.
Pemberian pupuk
organik bio-kompos mempengaruhi
pertumbuhan tanaman jagung hibrida bisi-2.
b.
Pemberian pupuk
organik bio-kompos meningkatkan berat
basah dan berat kering tanaman jagung hibrida bisi-2.
6.2. Saran
a.
Perlu diperhatikan
kematangan kompos (proses komposting/ dekomposisi) selama pembuatan Bio-kompos.
b.
Perlu diperhatikan
pemberian dosis yang tepat agar perbedaan pertumbuhan pada setiap perlakuan
terlihat jelas pengaruhnya.
Comments
Post a Comment